Kamis, 27 Januari 2011

ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM P2MK DI KELURAHAN BENU-BENUA KOTA KENDARI

BAB  I
P E N D A H U L U A N

1.1.     Latar Belakang
Pembangunan Kelurahan secara konseptual mengandung makna sebagai proses dimana usaha-usaha dari masyarakat Kelurahan terpadu dengan usaha-usaha dari pemerintah. Tujuannya untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, sehingga dalam konteks pembangunan Kelurahan, paling tidak terdapat dua stakeholder yang berperan utama dan sejajar (equal) yaitu pemerintah dan masyarakat (Korten, 1988:378). Meskipun demikian, dalam konteks yang lebih luas, juga terdapat peranan “Agen Eksternal” seperti LPM/LSM, Konsultan, Lembaga Donor dll. Domain pembangunan Kelurahan juga tidak terlepas dari wacana tentang model perencanaan pembangunan yaitu dari atas ke bawah (top down planning) dan dari bawah ke atas (bottom up planning).
Pada dasarnya setiap program dari pemerintah senantiasa mencerminkan kombinasi kedua model tersebut, hanya intensitasnya yang berbeda. Sesuai dengan tuntutan paradigma baru tentang pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development), maka pendekatan bottom up planning sudah sewajarnya diperbesar dan menjadi inti dari proses pembangunan yang memberdayakan masyarakat. Berlatar belakang pokok pikiran tersebut, penelitian ini bermaksud mengambil suatu dimensi yang lebih khusus yaitu menganalisis tentang  tingkat partisipasi  masyarakat Kelurahan Benu-benua dengan studi tentang Program Pemberdayaan Pembangunan Masyarakat Kelurahan dan Kecamatan di Kelurahan Benu-Benua.  Pemilihan program tersebut, didasarkan atas pertimbangan bahwa desain dan implementasinya dapat memberikan gambaran tentang proses pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, dengan pengkajian pembangunan di Kelurahan. Selain itu, saat ini khususnya di Kelurahan Benu-Benua, umumnya di Kota Kendari, program tersebut sangat mewarnai dinamika pembangunan kelurahan, sehingga melalui implementasinya diharapkan dapat mewujudkan partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan masyarakat.
Pengalaman selama ini menunjukkan banyak program pembangunan yang digulirkan oleh pemerintah kota kurang optimal melibatkan masyarakat dalam perencanaan sampai evaluasi pembangunan di kelurahan, sehingga muncul kesenjangan persepsi antara masyarakat dengan pemerintah. Hal tersebut berakibat rendahnya kepedulian masyarakat itu sendiri, yang pada akhirnya mengakibatkan rendahnya tingkat pemberdayaan masyarakat. Hal ini dapat terbukti dengan rendahnya tingkat partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, karena tanpa disadari sebenarnya peranan pemerintah masih lebih besar, meskipun tidak secara fisik, akan tetapi dalam wujud regulasi yang kurang memberikan keleluasaan bagi masyarakat secara optimal. Kondisi tersebut tercermin dari pelaksanaan Program P2MK (Program Pemberdayaan Pembangunan Kelurahan dan Kecamatan).
Paradigma pembangunan yang menitik beratkan pada strategi pembangunan dari bawah ke atas yang didasarkan pada mobilitas sumberdaya manusia, alam, dan kelembagaan dengan tujuan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Diera Otonomi daerah sekarang ini, hal tersebut coba diimplementasikan  oleh pemerintah Kota Kendari dengan menyediakan dana khusus pembangunan dalam bentuk program pengembangan pemberdayaan masyarakat  kecamatan dan kelurahan (P2MK). Proses ini dilaksanakan pada seluruh kecamatan dan kelurahan yang ada di Kota Kendari sejak tahun 2000 hingga sekarang. Kegiatan program merupakan usulan dan hasil musyawarah  masyarakat, tokoh masyarakat, PKK, LPM dan organisasi kemasyarakatan lainnya dengan tetap mengacu pada hasil musyawarah pembangunan kelurahan (Musbangkel). Usulan masyarakat ini oleh pemerintah kelurahan (Lurah sebagai ketua tim koordinasi) dikonsultasikan pada pengelola dan penanggung jawab kegiatan program untuk ditetapkan sebagai program prioritas dan mendesak serta menjadi kebutuhan masyarakat yang disesuaikan dengan alokasi dana yang tersedia, karena tidak semua usulan yang diajukan dapat direalisasikan dan dibiayai oleh program. Kemudian dikoordinasikan pada tingkat Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan dari Camat  dan pada penanggung jawab operasional  dalam hal ini BPM (badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kelurahan) atas nama Walikota.
Program pengembangan pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan (P2MK) ini bertujuan untuk meningkatkatkan partisipasi, peranserta, dan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,  serta pemeliharaan dan pelestarian hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan; mendayagunakan potensi dan sumberdaya lokal dalam pembangunan; mendorong perkembangan sistem pembangunan yang partisipatif; serta meningkatkan dan terpenuhinya sarana dan prasarana ekonomi, sosial dan sarana pendukung lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan prinsip-prinsipnya adalah keberpihakan kepada masyarakat, transparansi, partisipasi, desentralisasi, dan kompetisi sehat, namun dalam prakteknya, tidak semua program pembangunan yang menerapkan pendekatan partisipastif berhasil.  Kelurahan Benu-Benua adalah satu-satunya Kelurahan di Kota Kendari yang dianggap sangat berhasil dalam melaksanakan Program P2MK. 
Dalam pelaksanaan Program P2MK di Kelurahan Benu-Benua nampak bahwa dari tahun 2005 sampai dengan 2008 hampir semua program fisik dan ekonomi terlaksana. Pembangunan fisik adalah meliputi pembuatan dekker, MCK, bak sampah, jalan setapak,  pembuatan drainase dan pembuangan saluran limbah. Dalam hal dana bergulir mencapai tingkat perkembangan yang besar yaitu dari tahun 2005 hanya 2 Kios hingga tahun 2008 mencapai 9 Kios. Oleh Karena itu penting untuk diteliti/diketahui seberapa besar tingkat partisipasi  masyarakat dalam pelaksanaan program P2MK karena Kelurahan Benu-Benua adalah satu-satunya Kelurahan di Kota Kendari yang dianggap sangat berhasil dalam melaksanakan Program P2MK.
Prinsip-Prinsip dalam Pelaksanaan P2MK adalah sebagai berikut :
1.             Keberpihakan Pada masyarakat
Keberpihakan pada masyarakat khususnya masyarakat tidak mampu yang mempunyai potensi sumber daya yang mendukung peningkatan pendapatan masyarakat, keberpihakan ini sangat penting, selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum juga dalam rangka mempercepat laju penanggulangan kemiskinan
2.             Transparansi
Pengelolaan seluruh kegiatan P2MK harus dilakukan secara transparan dan diketahui masyarakat luas. Dengan transparansi maka segala sesuatu yang dilakukan akan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat (accountable). Salah satu aspek penting dalam transparansi adalah kepercayaan dari penanggung jawab, pembina dan pelaksana secara berjenjang mulai dari tingkat kota, kecamatan dan kelurahan se-Kota Kendari, karena hal ini akan sangat berpengaruh pada keberhasilan pelaksanaan kegiatan P2MK.
3.             Partisipasi
Partisipasi aktif dalam pelaksanaan dan pengelolaan P2MK adalah adanya keterlibatan masyarakat secara aktif disetiap tahapan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelestarian serta pengembangan program/kegiatan dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat.
4.             Desntralisasi
Bermakna sebagai pembinaan berjenjang ditingkat pemerintah mulai dari Kota, kecamatan hingga tingkat kelurahan dalam pengelolaan dana P2MK secara mandiri dan partisipatif
Adapun alokasi kegiatan dalam pelaksanaan P2MK adalah sebagai berikut :
·         Kgiatan sosial budaya
·         Kegiatan fisik
·         Biaya operasional
Secara berkala akan dilakukan pembinaan oleh penanggung jawab kegiatan, Tim koordinasi dan instasi badan pemberdayaan masyarakat, serta pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Kota kendari sesuai peraturan yang berlaku.

1.2.     Rumusan Masalah
Dari fenomena yang ada, maka menarik  untuk diteliti lebih lanjut hubungan partisipasi masyarakat dan keberhasilan Program Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan dan Kelurahan (P2MK)  yang dilaksanakan di Kelurahan Benu-Benua. Dari kenyataan yang telah dikemukakan tersebut, maka pernyataan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.        Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam Program P2MK di Kelurahan Benu-Benua.
2.        Apakah Partisipasi masyarakat di Kelurahan Benu-Benua sudah berjalan dengan baik.

1.3. Tujuan Penelitian
a)        Untuk Mengetahui dan menganalisis tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan Program P2MK
b)        Untuk melihat dan Mengetahui  seberapa besar partisipasi masyarakat di Kelurahan Benu-Benua terhadap Program P2MK.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara akademis maupun praktis yaitu :
1.      Sebagai hasil penelitian dapat menambah dan mengembangkan  khasanah ilmu pengetahuan, tentang pembangunan kelurahan dan pembangunan partisipatif.
2.      Memberi sumbangan pengetahuan tentang  pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan  umumnya dan pembangunan Kelurahan pada khususnya. Di samping itu juga berguna sebagai salah  satu  acuan (reference) bagi peneliti-peneliti lain yang akan melakukan studi serupa.
3.      Sebagai masukan bagi pemerintah Kota Kendari  dalam merumuskan alternatif kebijakan  terutama dalam mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam program pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan (P2MK), sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih memuaskan.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN TERDAHULU, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1.  Tinjauan Pustaka
2.1.1.       Konsep Partisipasi
Konsep partisipasi sebagai pendekatan dalam program pembangunan masyarakat sebenarnya sudah muncul pada awal tahun 1980-an. Persoalannya adalah dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan  makna. Partisipasi hanya digunakan sebagai label terhadap peranserta masyarakat tanpa menyentuh pada substansi peranserta itu sendiri, dalam menjalani kehidupan, manusia mempunyai beberapa kebutuhan seperti kebutuhan biologis, kebutuhan sosial, kebutuhan cita-cita dan lain-lain. Di samping itu mereka juga mempunyai berbagai keinginan yang selalu mereka usahakan guna memuaskan apa yang mereka butuhkan. Psikolog mengatakan bahwa individu mempunyai berbagai keinginan yang tidak terhingga. Keinginan ini belum pernah dapat terpenuhi sepenuhnya. Kenyataan yang ada hanya memperlihatkan bahwa kebutuhan yang pertama menjadi penting sampai dapat dipenuhi. Setelah itu akan muncul kebutuhan kedua, ketiga dan seterusnya. Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut, setiap individu selalu akan terlibat dalam kehidupan bermasyarakat (live of society) ataupun kehidupan berkelompok (live of group). Selama ini, peranserta masyarakat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program; masyarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil “pihak luar”. Akhirnya, partisipasi menjadi bentuk yang pasif dan tidak memiliki “kesadaran kritis” (Nasdian, 2004). Untuk mengoreksi pengertian tersebut, Nasdian (2004) memaknai partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: Pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Sementara itu, Cohen dan Uphoff (1977) dalam Intania (2003) membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu:
a)               Tahap pengambilan keputusan (perencanaan) yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat.
b)               Tahap pelaksanaan dengan wujud nyata partisipasi berupa:
1. Partisipasi dalam bentuk sumbangan pikiran
2. Partisipasi dalam bentuk sumbangan materi
3. Partisipasi dalam bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.
c)  Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek yang dirasakan berarti proyek tersebut berhasil menangani sasaran.
d)    Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbakan pelaksanaan proyek selanjutnya.

Berkes dalam Berkes et. al. (2001) membagi partisipasi masyarakat dalam Co-Management menjadi tujuh level sebagai berikut:
a) Community control: kekuasaan didelegasikan kepada masyarakat untuk membuat keputusan dan menginformasikan keputusan tersebut kepada pemerintah.
b) Partnership: pemerintah dan masyarakat bersama-sama dalam pembuatan keputusan.
c) Advisory: masyarakat memberikan masukan nasihat kepada pemerintah dalam membuat keputusan, tetapi keputusan sepenuhnya ada pada pemerintah.
d) Communicative: pertukaran informasi dua arah; perhatian lokal direpresentasikan dalam perencanaan pengelolaan.
e) Cooperative: masyarakat termasuk dalam pengelolaan (tenaga).
f) Consultative: mekanisme dimana pemerintah berkonsultasi dengan para nelayan, tetapi seluruh keputusan dibuat oleh pemerintah.
g) Informative: masyarakat mendapatkan informasi bahwa keputusan pemerintah telah siap dibuat. Partisipasi menurut Soekanto (1993: 355) merupakan setiap proses identifikasi atau menjadi peserta, suatu proses komunikasi atau kegiatan berasama dalam suatu situasi sosial tertentu.

2.1.2.    Bentuk, Jenis Dan Prasyarat Partisipasi
Partisipasi itu terdiri dari beberapa jenis diantaranya partisipasi sosial dan partisipasi politik. Partisipasi sosial merupakan derajat partisipasi individu dalam kehidupan sosial. Menurut George & Achilles (1979: 292), partisipasi sosial adalah :
sometimes restricted to participation in voluntary organization, particularly those engaged in some type of community activity or project, out side of an individual's profesional or occupational work situation.

Sementara itu, partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak secara pribadi-pribadi dan dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi jenis ini bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisasi atau spontan, mantap atau sportif, atau tidak efektif. Kegiatan warga negara dalam partisipasi politik dapat berupa pemberian suara, ikut dalam kampanye atau menjadi anggota partai politik dan lain-lain. Maka secara umum, partisipasi politik difahami sebagai keikutsertaan masyarakat dalam aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh kelompok dalam kehidupan sosial dan politik. Dalam hidup bersama atau berkelompok, manusia menginginkan penampilannya sebaik mungkin yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Kesemuanya itu akhirnya akan menimbulkan kehidupan berkelompok yang dinamakan kelompok sosial atau organisasi sosial.
Keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi sosial biasanya disebabkan oleh banyak faktor diantaranya faktor kepentingan, minat, kesadaran atas dasar suka rela dan lain-lain. Kepentingan-kepentingan itu tidak disalurkan melalui lembaga-lembaga sosial melainkan disalurkan melalui bentuk-bentuk persekutuan manusia yang relatif teratur dan formal. Berdasarkan hal tersebut timbul suatu pertanyaan, mengapa seseorang ikut serta atau terlibat dalam kehidupan berkelompok (dalam hal ini: organisasi sosial) dan faktor apa yang menyebabkannya ?.
Mifthah Thoha (1993: 92) mengatakan bahwa dasar pokok yang amat penting atas keterlibatan seseorang dalam kehidupan berkelompok adalah kesempatannya untuk berinteraksi dengan pihak lain. Bila seseorang jarang melihat atau berbicara dengan pihak lain, akan sulit dapat tertarik. Oleh karena itu, keterlibatan seseorang dalam berorganisasi atau berkelompok, ditentukan oleh adanya daya tarik. Daya tarik ini ditimbulkan oleh adanya interaksi antara sesama organisasi. Kesempatan berinteraksi ini secara langsung mempunyai pengaruh terhadap daya tarik dan pembentukan kelompok. Di samping itu juga, keterlibatan itu didasarkan atas teori kedekatan. Menurut teori ini, seseorang tersebut dapat berhubungan dengan orang lain karena adanya kedekatan ruang dan daerahnya (spatial and geographical proximity). Selanjutnya Thoha (1993: 82) menyebutkan keterlibatan juga didasarkan atas alasan-alasan praktis (practicalities of group formation). Karyawan-karyawan suatu organisasi, misalnya, akan mengelompok atas alasan ekonomi, keamanan dan sosial. Yang terpenting dalam teori ini adalah bahwa kelompok-kelompok itu cenderung memberikan kepuasan terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial yang mendasar dan substansial dari orang-orang yang mengelompok tersebut.
Teori lain, dikemukakan oleh George Hommans (dalam Thoha: 1993: 79) yang melihat keterlibatan itu didasarkan pada aktifitas-aktifitas, interaksi-interaksi dan sentimen-sentimen (perasaan ataupun emosi). Ketiga elemen ini saling berhubungan secara langsung dengan alasan bahwa semakin banyak dilakukan aktifitas seseorang dengan hal yang berhubungan dengan orang lain, semakin beraneka interaksinya dan juga semakin kuat tumbuhnya sentimen-sentimen mereka. Kemudian semakin banyak interaksi antara seseorang dengan yang lainnya, maka semakin banyak kemungkinan aktifitas dan sentimen yang ditularkan kepada orang lain. Dan yang terakhir, semakin banyak aktifitas yang ditularkan kepada orang lain dan semakin banyak sentimen seseorang dipahami oleh orang lain, maka semakin banyak pula kemungkinann ditularkannya aktifitas-aktifitas dan interaksi-interaksi.
Partisipasi hanya digunakan sebagai label terhadap peranserta masyarakat tanpa menyentuh pada substansi peranserta itu sendiri. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukanlah masalah yang sederhana melainkan suatu permasalahan yang kompleks karena didalamnya dipengaruhi oleh karakteristik sikap individu. Partisipasi harus dipandang sebagai kekuatan atau kapasitas dari individu dalam masyarakat untuk menggerakan dan menolong dirinya sendiri dalam suatu pemecahan masalah.
Selanjutnya dikatakan bahwa bentuk peranserta dapat diukur dengan tindakan yang dilakukan pada waktu pertemuan atau tindakan nyata di lapangan. Bentuk peranserta tidak sama tingkatan kadarnya. Hanya ikut hadir saja tanpa melakukan sesuatu berkadar rendah, sedangkan bertanggung jawab mengambil keputusan berkadar tinggi. 
Sedangkan Bank Dunia (1999) dalam (Tumpal  P.S., 2004: 50) mendefinisikan partisipasi sebagai suatu proses dimana setiap stakeholders mempengaruhi dan membagi pengawasan pada inisiatif pembangunan dan keputusan serta sumberdaya yang mempengaruhi mereka.
Dari pengertian yang dikemukakan tersebut dapat dikatakan bahwa partisipasi  masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam pelaksanaan program pengembangan pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan (P2MK) merupakan suatu proses demokrasi, dimana ada kemauan masyarakat  untuk bekerja bersama  secara aktif  dalam proses perubahan dalam kegiatan pembangunan serta adanya kemauan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan maupun melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap jalannya  kegiatan pembangunan.
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan  sebagai acuan dalam pengertian partisipasi sebagaimana yang dikemukakan oleh  Adjid (1985: 78) yaitu :
1.      Istilah partisipasi mengacu pada adanya  beberapa subjek yang berinteraksi, ialah individu ( perorangan) yang berada dalam suatu (unit) masyarakat (kelompok), organisasi, perekonomian, pemerintah, bangsa, dimana masing-masing mempunyai keleluasaan untuk mengambil keputusan sendiri-sendiri, tapi terikat dalam suatu ikatan solidaritas tertentu  untuk mewujudkan kepentingan atau rencana bersama.
2.      Terdapat kesukarelaan dan kesadaran dari individu  untuk menjalankan peranan yang diberikan oleh organisasinya secara iklas. Gerakan anggota tidak ditimbulkan oleh penggunaan  kekuasaan yang dipunyai  oleh pimpinan (formal). Mobilitas bukan partisipasi.
3.      Partisipasi berkonotasi pada keterlibatan  anggota perorangan pada proses pengelolaan sesuatu kegiatan (pengambilan keputusan, pengorganisasian, pengerahan sumber daya, pengawasan dan penyesuaian).
4.      Kelompok sasaran (target group)  dari partisipasi adalah rakyat banyak, yang menurut Owens merupakan lapisan rakyat yang   “selama  ini diabaikan” oleh kaum elit.  

Sedangkan menurut Davis (dalam Khairuddin H, 1992:124) dalam pengertian partisipasi terdapat  3 hal pokok yaitu  :
1.         Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi.
2.         Partisipasi menghendaki adanya kontribusi terhadap kepentingan atau tujuan kelompok.
3.         Partisipasi merupakan tanggung jawab terhadap kelompok.

Dalam pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa  partisipasi akan terjadi atau akan dilakukan oleh masyarakat apabila memberikan kontribusi langsung terhadap individu atau kelompok dan apabila tidak memberikan kontribusi kepada individu atau kelompok maka partisipasi tersebut tidak akan terlaksana. Partisipasi akan terjadi apabila ada imbalan yang setimpal dari yang telah dikeluarkan baik berupa tenaga,  uang maupun   yang lainnya dari individu atau kelompok masyarakat. Jadi agar partisipasi masyarakat tinggi dalam pelaksanaan pembangunan desa  harus dipastikan bahwa tindakan partisipasi tersebut akan memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri.  Menurut Kotler ( dalam Supriatna, 1985: 32) ) ada beberapa elemen yang selalu dijumpai/ditemukan dalam setiap partisipasi masyarakat  yaitu : Tujuan (goals), lembaga perubah (Change Agency), sasaran yang akan dirubah ( change langet ), saluran.                                                                                                        
Arti penting partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut Tjokrowinoto  (1993: 48 ) dalam pembangunan masyarakat desa antara lain adalah :
a.       Partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan pribadi  untuk dapat turut serta dalam pembuatan keputusan penting yang menyangkut masyarakat.
b.      Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arus informasi  tentang sikap, aspirasi, kebutuhan  dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk  berhasilnya pembangunan.
c.       Partisipasi merupakan cara yang efektif  membangun masyarakat untuk pengelolaan program  pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah.
d.      Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis  individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.
Davis (dalam Sastropoetro, 1986: 16) mengemukakan adanya beberapa bentuk dan jenis partisipasi, yaitu :
1. Bentuk partisipasi.
a.       Sumbangan spontan dalam bentuk barang dan jasa ( Uang).
b.      Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan  donornya berasal  dari sumbangan industri/instansi  yang berada diluar lingkungan tertentu.
c.       Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai seluruhnya  oleh komunitas (rapat desa).
d.      Mengadakan pembangunan dikalangan sendiri.
2.   Jenis-jenis partisipasi.
e.       pikiran (phsychological participation).
f.        Tenaga (phsycal participation).
g.      Pikiran dan tenaga (phsychological and phsycal participation).
h.      Barang (Matrial Participation).
i.        Uang (money participation).
Partisipasi masyarakat sebagai suatu unsur pelaksana pembangunan harus bertanggung jawab dalam aktifitas pelaksanaan pembangunan dengan jalan mengerahkan dukungan tenaga, keterampilan, dana dan fasilitas bagi proyek-proyek pembangunan yang telah ditetapkan dan menciptakan suasana kerjasama dalam pembangunan.
Pendekatan pada masyarakat sangat penting karena permasalahan langsung pembangunan sangat erat kaitannya dengan masyarakat sekitar. Korten (1984) sebagai berikut: “walaupun dalam tahap pertama usaha pembangunan dengan titik berat pada pengerahan dana dan daya orang kebanyakan bersedia menerima pengambilan keputusan yang terpusat, pada suatu titik ia menghendaki diikut sertakan dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi perikehidupannya dan perikehidupan anggota keluarganya”.
Sedangkan jenis partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan seperti yang dikemukakan oleh  Hamidjojo ( 1978: 18 ) adalah :
1.      Partisipasi buah pikiran merupakan kemampuan menambah pengetahuan  dan pengalaman untuk mencapai mufakat atas berbagai masalah  melalui musyawarah untuk mengawasi perencanaan  dan penyelenggaraan pembangunan.
2.      Partisipasi keterampilan yang merupakan  kemampuan masyarakat untuk  mengerahkan keterampilan dalam memanfaatkan sumber kekayaan alam dan nilai-nilai sosial dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3.      Partisipasi tenaga yang merupakan kemampuan masyarakat untuk menyumbangkan tenaganya khususnya tenaga kasar yang bersifat hastawi bagi proyek pembangunan  seperti gotong royong, kerja bakti dan lain sebagainaya.
4.      Partisipasi harta benda yang merupakan kemampuan masyarakat untuk memberikan atau menyumbangkan harta benda  terhadap usaha-usaha yang diserahkan oleh masyarakat akan meringankan beban  hidup bersama dan sesamanya seperti membuat  jalan, jembatan dan lain sebagainya.
5.      Partisipasi uang yaitu kemampuan masyarakat untuk memberikan  swadaya gotong royong  dalam pelaksanaan proyek pembangunan.

Dari jenis partisipasi  yang dikemukakan tersebut dapat disimpulkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam partisipasi pembangunan  dapat berupa sumbangan pemikiran baik dalam perencanaan pembangunan maupun dalam  pelaksanaannya, keterampilan yang dapat dimanfaatkan dalam mengelola sumberdaya yang ada untuk meningkatkan kesejahtreaan mereka, tenaga dalam pelaksanaan pembangunan, harta dan uang yang dapat digunakan untuk membantu dan membiayai pembangunan yang dilaksanakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik secara swadaya maupun dengan bantuan pemerintah.
Salah satu  prasyarat  untuk memperoleh partisipasi dalam suatu program pembangunan adalah terjadinya informasi bagi pihak yang akan berpartisipasi. Pengetahuan  serta pemahaman terhadap  program akan memperbesar keikutsertaan masyarakat. Dalam hal ini Koentjaraningrat (dalam Joesoef, 1997 : 29) cara-cara yang ditempuh agar masyarakat mau berpartisipasi dalam  program pembangunan  adalah jika masyarakat diberitahu  bahwa program tersebut nantinya  akan berguna bagi mereka  atau jika mereka diberitahu tentang  tujuan program tersebut. Partisipasi yang dilandaskan  pada pengetahuan dan kegunaan  program bagi diri individu biasanya akan menghasilkan partisipasi yang spontan sifatnya. Adanya informasi  sebagai salah satu faktor  dalam menarik partisipasi masyarakat dalam kegiatan suatu program  dirasakan penting terutama dalam hal memperkenalkan  atau menyebarkan suatu ide baru. Ada dugaan bahwa gagalnya suatu inovasi atau program  kerapkali terjadi  karena tidak memadainya  kesempatan memperoleh informasi. Selanjutnya  Landecker (dalam Joesoef, 1997 : 30) mengemukakan adanya hubungan antara partisipasi dengan adanya integrasi komunikatif. Untuk mengetahui integrasi komunikatif dapat dilihat dari sedikit banyaknya  orang yang terisolasi  dari lingkungannya. Semakin banyak orang yang terisolasi dari lingkungannya, semakin rendah integrasi komunikatif dan sebaliknya semakin banyak orang yang mempunyai hubungan akrab atau berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di lingkungannya menunjukkan keadaan yang positif  dari integrasi komunikatif. Prasyarat integrasi komunikatif  dari orang-orang yang terisolasi dari lingkungannya atau adanya hubungan sosial yang akrab antar anggota masyarakat dapat dilihat dari variabel : 1). Tingkat  pengenalan terhadap tetangga; 2). Saling mengunjungi antar tetangga; 3). Tetangga sebagai sumber informasi dari kejadian yang ada dilingkungannya; 4). Keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan yang ada dilingkungannya.
Selain Faktor-faktor tersebut diatas, Angel (dalam Joesoef, 1997 : 31) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi  seseorang dalam kegiatan dilingkungannya adalah : 1). Umur;  2). Pekerjaan;  3). Penghasilan;  4). Pendidikan; serta  5). Lamanya tinggal.  Sementara itu Whyte      ( dalam Joesoef, 1997 : 31 ) mengatakan bahwa untuk dapat menerima peran dalam berpartisipasi harus ada kemampuan dan kemauan  dari masyarakat tersebut. Kemampuan berpatisipasi berhubungan dengan kemampuan finansial, sumberdaya manusia, organisasi dan kemampuan belajar. Sedangkan kemauan berpartisipasi berhubungan dengan motivasi untuk mengadakann  perubahan dan menerima  kegiatan yang diberikan. Kemampuan dan kemauan tersebut menjadi salah satu faktor penentu pada masyarakat bagi kerangka kerja partisipasi masyarakat.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan selalu dikaitkan dengan peran masyarakat di dalam pembangunan, Tingkatan itu dimulai dari yang paling rendah ke yang paling tinggi, yaitu : (1). Memanfaatkan hasil pembangunan; (2). Berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan; (3). Berpartisipasi dalam pemeliharaan hasil pembangunan; (4). Berpartisipasi dalam menilai hasil pembangunan; (5). Berpartisipasi dalam ikut mengambil keputusan. Tingkat partisipasi yang terendah adalah memanfaatkan hasil pembangunan, sedangkan yang tertinggi adalah berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Semakin tinggi tingkat fungsi partisipasi partisipasi seseorang semakin memerlukan pengetahuan, sikap dan keterampilan  yang lebih tinggi pula. Lebih mudah memotivasi masyarakat untuk menikmati hasil pembangunan  dibandingkan memotivasi untuk ikut melaksanakan pembangunan. Menikmati hasil pembangunan mungkin tak perlu bertahap sedangkan  sebagai pelaksana memerlukan keterampilan.
Tinggi rendahnya mutu partispasi masyarakat dibedakan menurut penyebab yang melatarbelakangi masyarakat itu bersedia  berpartisipasi. Mutu partisipasi yang terendah ke yang paling tinggi dibedakan atas : (1). Berpartisipasi  karena mendapat perintah; (2).  Berpartisipasi karena ingin mendapat imbalan; (3). Berpartisipasi secara sukarela dalam arti tanpa mengharapkan adanya imbalan; (4). Berpartisipasi karena prakarsa sendiri; (5). Berpartisipasi  yang disertai dengan  kreasi atau daya cipta.
Langkah penting dalam mendorong partisipasi masyarakat adalah dengan mengenali tingkatan fungsi dan mutu  partisipasi masyarakat itu sendiri. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mendorong partisipasi  masyarakat adalah dengan mengurangi faktor penghambat partisipasi masyarakat seperti sosial budaya dan sistem setempat. Untuk merubah pola sosial budaya memerlukan waktu, namun dapat dilakukan langkah perubahan  sistem yang menghambat partisipasi masyarakat  seperti sistem birokrasi yang top down menjadi sistem yang partisipatif dan demokratis.
Dapat dismpulkan dari beberapa pendapat tersebut bahwa dalam pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam pembangunan desa (Kelurahan) akan berjalan bilamana anggota masyarakat sejak awal proses kegiatan  diikutsertakan, khususnya dalam menyusun rencana pembangunan dari kegiatan yang akan dilaksanakan.  Demikian pula Ndraha (1982 : 49 ) berpendapat bahwa partisipasi dalam perencanaan wujudnya  bisa berupa kehadiran dalam rapat, pemikiran, dan waktu. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan menyangkut pemberian saran yang bertujuan menerima dan menolaknya Wood (dalam Bhattacharyya, 1977 : 24 ).
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan pada hakekatnya meliputi partisipasi dalam pemilihan alternatif tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan yang dapat berwujud usul, saran, tanggapan dan penentuan pilihan, yang kesemuanya dapat disampaikan  dalam rapat  (Musrenbangkel/Musbangkel).
Pada prisisipnya, keberhasilan pembangunan tergantung pada adanya keterlibatan aktif masyarakat, sebaliknya pembangunan dapat merangsang partisipasi aktif  masyarakat apabila benar-bemnar mencerminkan kepentingan atau aspirasi masyarakat. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam perencanaan diantaranya dalam hal ikutserta menghadiri rapat-rapat persiapan perencanaan program, memberikan tanggapan atau usul  mengenai gagasan yang ada, ikut menyetujui dan merumuskan rencana yang ada.

2.1.3. Konsep Implementasi program
Diantara fungsi-fungsi pemerintah adalah menjalankan fungsi pelayanan dan pembangunan. Untuk menajalankan fungsi pelayanan dan pembangunan maka   suatu   pemerintahan   harus mengambil   kebijakan  publik. Namun dalam memutuskan dan melaksanakan suatu kebijakan publik seringkali suatu pemerintahan menghadapi kendala bahkan mengalami kegagalan. Konsekuensi dari suatu kebijakan publik yang salah akan melahirkan masalah. Jika hal ini terjadi terus menerus akan melahirkan krisis kepercayaan. Dilihat dari pengertiannya, pada dasarnya kebijakan mempunyai tujuan, pada pemerintahan yang baik, yang mengarah pada perbaikan atau sesuatu yang menguntungkan pada sasaran kebijakan atau bertujuan itu mengatasi masalah. Sebelum menjelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan publik terlebih dahulu akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan.
            Menurut W. Jenkins (1989:21), adalah: a set of inter related decisions ... consern the selection of goals and the means of achiving them within a specified situation. Senada dengan Jenkins bahwa kebijakan harus memiliki tujuan, menurut Abrahan Kaplan bahkan kebijakan harus memiliki arah, lebih jauh menurut Kaplan (1990:17) kebijakan adalah “ a projected program of goals, values, and practies”.
Kenapa kebijakan itu diambil tujuannya adalah memecahkan masalah bukan menciptakan masalah sebagaimana dijelaskan oleh Anderson (1986:17)  bahwa :
Kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah. Senada dengan Anderson bahwa kebijakan adalah dalam rangka memecahkan masalah bukan membuat masalah baru.

E. Hugh Huclo (1989:1), bahwa kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja untuk menyelesaikan beberapa masalah atau permasalahan. Dari beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa kebijakan itu harus memiliki tujuan guna memecahkan masalah, mengandung nilai -nilai (yang diharapkan dan dipahami dalam masyarakat tertentu), dan dilaksanakan secara terarah. Siapa yang membuat kebijakan akan menentukan apakah kebijakan itu adalah kebijakan publik atau bukan. Artinya kalau kebijakan itu dibuat oleh lembaga -lembaga pemerintahan maka kebijakan itu adalah kebijakan publik. Jika bukan dari lembaga -lembaga pemerintah maka ia bukanlah kebijakan publik. Lebih jauh tentang pengertian kebijakan publik dikemukakan oleh Thomas R. Dye (1989:18), yaitu apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilak ukan adalah kebijakan publik. Sedang menurut James E. Anderson kebijakan publik adalah kebijaksanaan -kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan -badan dan pejabat -pejabat pemerintah. Berangkat dari pengertian yang demikian maka kebijakan publik dapat diar tikan serangkaian tindakan (baik aktif atau pasif) yang diambil pemerintah guna mencapai tujuan tertentu  yaitu memecahkan masalah   yang mengandung nilai-nilai dan dilaksanakan secara terarah. Banyaknya ragam permasalahan dan kebutuhan pemerintah untuk menjalankan misinya maka kebijakan yang dimbil oleh pemerintahpun terkategori atas dasar masalah dan kepentingnya.
Hal inilah yang kemudian melahirkan ragam atau kategori kebijakan, yang pada pokoknya menekankan pada sasaran dan untuk hal apa suatu kebijak an dikeluarkan oleh pemerintah. Adapun macam atau bentuk - bentuk kebijakan menurut Fred M. Frohoch  ada lima bentuk, yaitu pertama, regulatory policies , yaitu kebijakan yang membatasi tindakan atau perilaku seseorang. Kedua, distributive policies , yaitu kebijakan tentang pemberian pelayanan-pelayanan atau keuntungan -keuntungan bagi sejumlah khusus penduduk Ketiga, redistributive policies , yaitu kebijakan -kebijakan yang sengaja dilakukan oleh pemerintah untuk memindahkan pengalokasian kekayaan pendapatan pemilikan-pemilikan atau hak -hak diantara kelas -kelas dan kelompok penduduk, misalnya antara golongan mampu dan tidak mampu. Kempat, capitalization policies , yaitu kebijakan dikeluarkan pemerintah terutama untuk meningkatkan kapasitas produksi, untuk kemudian didistribusikan pada masyarakat. Dan kelima, ethical policies , yaitu kebijakan yang diterapkan pada upaya mewujudkan isu –isu moral yang berada dalam masyarakat. Untuk mengukur apakah suatu kebijakan berhasil atau tidak tentunya dilihat dari apakah tujuan kebijakan itu tercapai atau tidak sebaliknya dikatakan tidak berhasil kalau tujuan kebijakan tidak tercapai. Kegagalan kebijakan seringkali dikarenakan kebijakan tersebut tidak dapat diimplentasikan. Mengapa sulit diimplementasikan, banyak faktor yang mempengaruhi.
Menurut George C. Edwards III, faktor -faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan ada empat yaitu:
1.      komunikasi, yaitu bagaimana menginformasikan semudah mungkin dapat dipahami oleh masyarakat sasaran maksud dan tujuan dari kebijakan        yang diambil.
2.       struktur birokrasi, yaitu didukung institusi pelaksana yang tidak berbelit -belit dan sederhana.
3.      sumber -sumber, yaitu tersedia sumber -sumber dana, daya dan sarana yang cukup.
4.      disposisi, yaitu kecenderungan dari imple mentor yakni pemerintah pelaksanan kebijakan dengan melihat kepentingannya mudah dilaksanakn atau sebaliknya.

Prof. Dr. Moh. Budiatna, (2001) mengemukakan bahwa dalam sebuah program pemberdayaan masyarakat, sosialisasi sangat diperlukan. Sosialisasi yang paling efektif dilakukan oleh aparat pemerintah jika dibantu oleh tokoh masyarakat setempat. Itupun dengan syarat tertentu yaitu, apabila aparat pemerintah dan tokoh masyarakat tersebut benar-benar jadi panutan masyarakat. Namun kecenderungan selama ini, tidak sedikit masyarakat yang tidak mempercayai aparat pemerintah setempat.

Implementasi Kebijakan merupakan langkah lanjutan berdasarkan suatu kebijakan formulasi. Definisi yang umum dipakai menyangkut kebijakan implementasi (Solichin Abdul Wahab, 1997: 63) Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat, atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
Dengan adanya kebijakan implementasi, yang merupakan bentuk konkret dari konseptualisasi dalam kebijakan formulasi, tidak secara otomatis merupakan garansi berjalannya suatu program dengan baik.  Oleh karena itu suatu kebijakan implementasi pada umumnya satu paket dengan kebijakan pemantauan atau monitoring. Mengingat kebijakan implementasi adalah sama peliknya dengan kebijakan formulasi, maka perlu diperhatikan berbagai faktor yang akan mempengaruhinya.  
Proses pelaksanaan kebijakan menurut Sjaefuddin Ma’mun (Ma’mun, 2005:32) tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan.  Keberhasilan kebijakan implementasi publik antara lain ditentukan atau tidak lepas dari partisipasi masyarakat.
Menurut Soenarko (Soenarko, 1998:230) kebijakan implementasi tergantung pada partisipasi masyarakat, berhubungan dengan itu partisipasi masyarakat perlu sekali ditimbulkan dan digalakan. Artinya, masyarakat harus menjadi pelaku yang baik dalam pelaksanaan kebijakan. Adanya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, maka hal ini menimbulkan peluang yang dapat memudahkan usaha mengatasi kesulitan yang timbul dari masyarakat itu sendiri. Dan masyarakat justru akan mengawal kebijakan kebijakan, dan mendukung sampai terwujud apa yang menjadi dasar dan tujuan dibuatkan kebijakan publik tersebut.
Proses kebijakan pada tingkat operasional harus dapat menjabarkan semua kebijakan yang dihasilkan oleh pembuat kebijakan dan pengatur kebijakan agar dapat dilaksanakan dengan baik dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sebagaimana didalam kebijakan formulasi, didalam kebijakan implementasi juga terdapat 2 (dua) variabel yang sangat mempengaruhi terselenggaranya suatu implementasi, Yaitu :
1) Sumber Daya Manusia
·         Motivasi: Mengandung makna sebagai suatu ungkapan kebutuhan seseorang yang bersifat pribadi dan internal.
·         Kepemimpinan: Mengandung makna sebagai suatu aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi.
·         Kinerja: Mengandung makna sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan tertentu.
2) Sumber Daya Modal
·         Biaya dan Manfaat: Mengandung makna membandingkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total biaya dan total keuntungan yang diukur dalam bentuk uang.
·         Biaya dan Efektivitas: Mengandung makna membandingkan suatu kebijakan dengan cara mengkuantifikasi total biaya dan akibat yang diukur dalam bentuk pelayanan.
Ada tiga langkah dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik menurut Mazmanian dan Sabatier (1983), yaitu:
1.      Identifikasi masalah yang harus diintervensi.
2.      Menegaskan tujuan yang hendak dicapai.
3.      Merancang struktur proses pelaksanaan.
Dengan adanya kebijakan implementasi, yang merupakan bentuk konkret dari konseptualisasi dalam kebijakan formulasi, tidak secara otomatis merupakan garansi berjalannya suatu program dengan baik. Oleh karena itu suatu kebijakan implementasi pada umumnya satu paket dengan kebijakan pemantauan atau monitoring.

2.1.4.      Konsep Program Pemberdayaan Pembangunan Masyarakat Kecamatan dan Kelurahan (P2MK)
Program P2MK di kota kendari sebagai pendekatan operasional merupakan perwujudan pemerintah kota kendari dalam penguatan peranserta masyarakat dalam pembangunan ditingkat kecamatan dan kelurahan. Keberadaan Program ini dimaksudkan untuk :
a)      Peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan
b)      Mengakomodir rencana kebutuhan pembangunan masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat
c)      Mendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan dan pembiayaan pembangunan.
Untuk menjamin efektifitas dalam pengelolaan dan P2MK dipandang perlu adanya kesamaan visi, persepsi, sasaran dan tujuan program dari para pihak yang terkait, baik dikalangan aparat pemerintah kota, kecamatan, maupun kelurahan selaku penanggungjawab/pengendali kegiatan maupun unsur masyarakat selaku sasaran, pelaku dan pemanfaat program.
1.        Sasaran
Sasaran utama dalam pelaksanaan P2MK adalah masyarakat/kelompok masyarakat yang potensial tetapi tidak mampu, untuk menyediakan sarana dan prasaranan dasar pendukung yang memadai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a)      Kebutuhan yang prioritas dan mendesak (penanggulangan kemiskinan)
b)      Mempunyai potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
c)      Merintis/menunjang sarana pelayanan masyarakat
Perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan meliputi kegiatan social budaya dan sarana yang layak dibiayai dari dana pemberdayaan masyarakat sesuai alokasi dana yang tersedia, baik di tingkat kecamatan maupun di tingkat kelurahan dengan tetap mengacu pada hasil Musrenbang dan memperhatikan kebijakan Walikota.
2.        Penetapan sasaran kegiatan
a)      Tingkat kecamatan
Penentuan/penetapan sasaran kegiatan dimusyawarahkan dan disepakati bersama (masyarakat, tokoh masyarakat, PKK, serta Asosiasi LPM kecamatan dan camat selaku PPTK) yang mengacu pada hasil Musrenbang Kecamatan yang telah bersifat rencana definitive yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya, selanjutnya dikonsultasikan dengan pengelola tingkat Kota Kendari melalui BPM untuk mendapatkan pengesahan dari penanggungjawab atas nama Walikota kendari.
b)      Tingkat Kelurahan
Penentuan/penetapan sasaran kegiatan dimusyawarahkan dan disepakati bersama (masyarakat, tokoh masyarakat, PKK, serta Asosiasi LPM kecamatan dan camat selaku PPTK) yang mengacu pada hasil Musrenbang Kecamatan yang telah bersifat rencana definitive yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya, selanjutnya dikonsultasikan dengan pengelola tingkat Kota Kendari melalui BPM untuk mendapatkan pengesahan dari penanggungjawab atas nama Walikota kendari.
3.        Mekanisme Penyaluran dana
Secara Teknis Mekanisme Penyaluran penggunaan dana  P2MK mengacu pada ketentuan dan pelaksanaan APBD Kota kendari dengan penjelasanan sebagai berikut :
a.       Dana P2MK kecamatan dan kelurahan diterima dalam 2 (dua) tahap dengan nilai sebagai berikut :
Ø  Tahap I (pertama) sebesar             50%
Ø  Tahap II (Kedua) sebesar              50%
b.      Pencairan dana
Ø  Proses Pencairan dana kecamatan dan kelurahan diajukan dengan melampirkan rinciann kegiatan sesuai tahapan kegiatan yang tertera pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) masing-masing kecamatan dan kelurahan yang telah mendapatkan pengesahan dari penanggungjawab Operasional atas nama Walikota kendari
Ø  Pengajuan/Permintaan dana P2MK Kecamatan dan Kelurahann dapat diajukann setelah melampiri rekomendari dari Camat/Lurah  masing-masing secara kolektif. Sedangkan pencairan tahap II (kedua) dapat diajukan apabila SPJ tahap I (pertama) sudah disetor/dimasukkan ke BPM Kota kendari dengan tembusan Inspektorat Kota kendari yang selanjutnya Proses pencairannya disesuaikan dengan pedoman lebih lanjut pengelolaan dan pertanggungjawaban APBD Kota Kendari.
4.        Sumber dana Pembiayaan P2MK
Sumber Pembiayaan P2MK berasal dari dana APBD Kota kendari yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota kendari tentang Alokasi Dana Program P2MK. Pengalokasian Dana untuk kecamatan se – Kota Kendari sebesar Rp. 700.000.000,- (Tujuh ratus juta Rupiah) dan kelurahan se – Kota kendari sebesar Rp. 3.200.000.000,- (Tiga Milyar Dua ratus Juta Rupiah) dengan rincian sebagai berikut :
·         Kecamatan 10 x Rp. 70.000.000,-                  = Rp.    700.000.000,-
·         Kelurahan 64 x Rp. 50.000.000,-                    = Rp. 3.200.000.000,-
Total                                                                   Rp. 3.900.000.000,-
5.        Pembinaan dan Pengawasan
Secara berkala akan dilakukan pembinaan oleh penanggungjawab kegiatan, Tim koordinasi dan BPM, serta pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Kota kendari dan BPK sebagai Instansi pengawas sesuai peraturan yang berlaku.

2.1.5.  Konsep pemberdayaan
Konsep pemberdayaan (empowerment) mulai tampak ke permukaan  sekitar dekade 1970-an dan terus berkembang hingga sekarang. Munculnya konsep pemberdayaan merupakan akibat dari reaksi terhadap alam pikiran, tata-masyarakat dan tata-budaya sebelumnya yang berkembang di suatu negara (Pranarka dan Vidhyandika dalam H. Hikmat, 2001: 2).
Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Rappaport  (dalam H. Hikmat, 2001 : 3) mengartikan pemberdayaan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik,  dan hak-haknya menurut undang-undang. Sedangkan Mc Ardle                                 (dalam H. Hikmat, 2001: 3) mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan  oleh orang-orang secara konsekuen  melaksanakan keputusan tersebut.
Pemberdayaan bukan merupakan upaya pemaksaan kehendak terhadap seseorang/individu atau masyarakat, tetapi merupakan kemauan dari individu atau masyarakat untuk mandiri dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya dalam  proses pelaksanaan pembangunan. Pengertian  ini menekankan pentingnya partisipasi, baik masyarakat maupun individu, dalam proses pengambilan keputusan pembangunan. Ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Craig dan Mayo (dalam H. Hikmat, 2001 : 14) yang mengatakan bahwa partisipasi merupakan  komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Pemberdayaan dan partisipasi sangat penting dan potensial untuk meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Proses ini pada akhhirya akan dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat, meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat  yang dalam kondisi sekarang tidak mampu  untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan  dan keterbelakangan. Pemberdayaan masyarakat harus dilakukan dengan cara :
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan   potensi masyarakat berkembang. Dengan dasar bahwa setiap manusia atau masyarakat mempunyai potensi (daya ) yang dapat dikembangkan.
      Pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran  akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
2.      Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering).
      Untuk memperkuat daya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut diperlukan langkah positif dan  nyata, penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan berbagai akses pada berbagai peluang  yang akan membuat masyarakat semakin berdaya. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang kuat bertambah kuat, atau yang kuat memanfaatkan yang lemah (Sumardi, 2001 : 35).
Pendukung pembangunan alternatif mementingkan pemberdayaan rumah tangga dengan masing-masing anggotanya  melalui ketiga kekuatan tersebut, akan tetapi yang patut mendapat perhatian utama adalah mendukung pemberdayaan  sosial kaum miskin  agar mereka dapat berpartisipasi dalam tindakan politik dan sosial yang relevan dengan kebutuhannya.
Upaya pemberdayaan ini merupakan salah satu yang dilakukan dalam kegiatan program pengembangan pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan (P2MK) yang dituangkan dalam  prinsip-prinsip pelaksanaan P2MK, yaitu :
1.        Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan
Perencanaan mempunyai banyak pengertian yang tidak jauh berbeda dan saling melengkapi. Perencanaan dalam arti luas merupakan suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan adalah suatu pengerahan sumberdaya yang terbatas  untuk mencapai tujuan keadaan sosial ekonomi  yang lebih baik secara efisien dan efektif.  Dengan demikian perencanaan merupakan sebuah ramalan (Forecasting) kedepan melalui suatu proses yang menggambarkan keinginan dan kebutuhan  serta yang memperhatikan pengalaman dengan menyatakan tujuan-tujuan, batasan-batasan dan kriteria yang akan diwujudkan.
Mengenai pentingnya partsipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan, apabila masyarakat tidak diikutkan secara dini  dalam proses perencanaan pembangunan, sulit diharapkan masyarakat  dapat berpartisipasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pembangunan. Miller dan Rein (dalam Ndraha, 1982 : 49) menyimpulkan bahwa :
Suatu rencana atau keputusan yang telah disampaikan  oleh pemerintah  dan masyarakat hanya mendapatkan kesempatan untuk menyatakan setuju            ( biasanya setelah “diarahkan” terlebih dahulu ) tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Alasannya bahwa masyarakat belum tahu apa-apa, janganlah digunakan. Demikian juga alasan bahwa  pengikutsertaan masyarakat sejak awal sekali  akan memperlambat proses pembangunan.

Pendapat tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Siagian (1985 : 21) yang menyatakan bahwa pembangunan untuk masyarakat akan terwujud dengan cara atau melalui dan bersama rakyat sendiri. Ide atau rencana dibawa dalam rapat dan rakyat diberitahu  dan diajak untuk berdiskusi.
Dapat dismpulkan dari beberapa pendapat tersebut bahwa dalam pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam pembangunan desa (Kelurahan) akan berjalan bilamana anggota masyarakat sejak awal proses kegiatan  diikutsertakan, khususnya dalam menyusun rencana pembangunan dari kegiatan yang akan dilaksanakan.
Demikian pula Ndraha (1982 : 49 ) berpendapat bahwa partisipasi dalam perencanaan wujudnya  bisa berupa kehadiran dalam rapat, pemikiran, dan waktu.
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan menyangkut pemberian saran yang bertujuan menerima dan menolaknya Wood (dalam Bhattacharyya, 1977 : 24 ).
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan pada hakekatnya meliputi partisipasi dalam pemilihan alternatif tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan yang dapat berwujud usul, saran, tanggapan dan penentuan pilihan, yang kesemuanya dapat disampaikan  dalam rapat  (Musrenbangkel/Musbangkel).
Pada prisisipnya, keberhasilan pembangunan tergantung pada adanya keterlibatan aktif masyarakat, sebaliknya pembangunan dapat merangsang partisipasi aktif  masyarakat apabila benar-bemnar mencerminkan kepentingan atau aspirasi masyarakat. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam perencanaan diantaranya dalam hal ikutserta menghadiri rapat-rapat persiapan perencanaan program, memberikan tanggapan atau usul  mengenai gagasan yang ada, ikut menyetujui dan merumuskan rencana yang ada.
2.        Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sangat penting sebab masyarakat dituntut untuk menentukan arah dan strategi pembangunan yang disesuaikan dengan sikap  dan orientasi masyarakat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh S.P. Siagian (1972 : 108) yang mengatakan bahwa partisipasi dalam pengambilan keputusan  merupakan suatu proses dalam memilih alternatif yang diberikan oleh semua unsur masyarakat, lembaga sosial dan lain-lain. Demikian hal dengan Cohen dan Uphoff (1977 : 27) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sebagai suatu proses menentukan pilihan diantara alternatif-alternatif selama kegiatan tersebut  harus menjamin tujuan yang akan dilaksanakan.
Dalam pengambilan keputusan dikembangkan informasi yang diperoleh dari anggota masyarakat  sebagai suatu tanggapan baik yang mendukung maupun yang menolak ide atau gagasan baru. Pemberian tanggapan dan saran amat penting dalam rangka  pengambilan keputusan yang lengkap  dari beberapa alternatif baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif.  Wood (dalam Supriatna, 1985 : 37) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan suatu alternatif,  menyangkut pemberian tanggapan dan saran yang bertujuan untuk menerima atau menolaknya.
Jadi, partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan adalah suatu proses dalam memilih alternatif-alternatif  yang didasarkan pada pertimbangan yang menyeluruh dan konprehensip  sehingga diperoleh rencana, strategi, dan kebijakan yang akan dilaksanakan untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dalam proses perumusan rencana dibutuhkan suatu perhitungan secara matang melalui berbagai pertemuan baik rapat, diskusi, dan bentuk pertemuan lainnya yang erat hubungannya dengan pelaksanaan pembangunan khususnya dalam pelaksanaan program pengembangan pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan (P2MK).
3.        Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
Pelaksanaan pembangunan juga memerlukan kerjasama dari berbagai pihak yang terlibat baik dari pemerintah maupun masyarakat. Dalam pelaksanaan pembangunan desa, Irwin T. Sander  (dalam Supriatna, 1985 :38) mengemukakan unsur pelaksana pembangunan desa yaitu  : (1). Local leaders (pemerintah desa), (2). Community organizers (pemuka masyarakat, pengurus LKMD,RT/RW, dan lain-lain), (3). Subject matters specialsts (kader pembangunan desa, Penyuluh teknis dan lain sebagainya), (4). Administrator (kepala wilayah ditingkat kecamatan sampai tingkat pusat), (5). Social partisicipation (partisipasi masyarakat).
Dari uraian diatas terlihat bahwa masyarakat tidak hanya dituntut untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan  suatu rencana kegiatan pembangunan, tetapi juga dituntut untuk ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan tersebut sehingga pelaksanaan dari kegiatan program dapat sesuai dengan rencana yang telah tetapkan. Masyarakat sebagai sumber pembangunan selain sebagai target pembangunan  juga sebagai sumber pelaksana pembangunan. Koentjoroningrat (1974 :80) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan lebih menekankan kepada kemauan sendiri  secara sadar untuk melaksanakan aktivitas-ativitas pembangunan, disini semua potensi manusia  (tenaga kasar dan trampil serta dana) diarahkan bagi pelaksanaan pembangunan  baik melalui swadaya gotong royong maupun sumbangan sukarela.
Dari uraian-uraian tersebut dapat ditarik suatu pengetian bahwa partisipasi masyarakat sebagai salah satu unsur pelaksana pembangunan desa harus bertanggung jawab dalam  aktivitas pelaksanaan  pembangunan desa dengan jalan mengerahkan dukungan tenaga, keterampilan, dana serta fasilitas bagi program pembangunan yang telah ditetapkan dan menciptakan suasana kerjasama  dengan pelaksana pembangunan lainnya. Pengerahan yang optimal dari potensi masyarakat bagi kepentingan pelaksanaan progam perlu digali, dipelihara dan dikembangkan sehingga mampu menciptakan suasana kemasyarakatan  yang mendukung pembangunan serta terwujudnya aktivitas yang kondusif dalam pelaksanaannya. Hal ini dapat terwujud apabila masyarakat dipandang  sebagai objek sekaligus subjek  bagi terlaksananya tujuan pembangunan khususnya bagi tercapainya sasaran dan tujuan dari program pengembangan pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan (P2MK).
4.        Partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan hasil pembangunan
Partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan hasil  pembangunan tidak terlepas  dari hasil pembangunan itu sendiri, baik pembangunan fisik dan lingkungan maupun pembangunan nilai-nilai budaya serta adat istiadat masyarakat. Keberhasilan pembangunan juga dapat dilihat dari kualitas berupa adanya peningkatan kehidupan masyarakat akan sandang pangan, papan, pendidikan serta kesehatan, dan lain sebagainya, serta dapat juga dilihat dari sudut kuantitasnya berupa seberapa banyak program/proyek yang telah dilaksanakan yang dapat menunjang kualitas hidup masyarakat.
Cohen dan Uphoff (1977 : 47-48) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam menerima hasil pembangunan  tergantung pada distribusi maksimal  suatu hasil pembangunan yang dinikmati atau dirasakan masyarakat, baik pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik. Selanjutnya Ndraha (1983 :50) mengatakan bahwa partisipasi dalam menerima hasil pembangunan berarti :
menerima setiap hasil pembangunan seolah-olah milik sendiri; menggunakan atau memanfaatkan setiap hasil pembangunan; mengusahakan; merawat, memelihara secara rutin dan sistematis, tidak dibiarkan rusak dengan anggapan bahwa kelak tidak ada bantuan pemerintah  untuk pembangunan yang baru.

Dengan demikian, partisipasi aktif masyarakat dalam memanfaatkan dan memelihara hasil pembangunan sangat diperlukan. Semakin dirasakan dan dinikmati hasil pembangunan tersebut maka semakin besar pula kewajiban masyarakat untuk menjaga, memelihara serta meningkatkan sasaran program pembangunan baik pembangunan  fisik maupun pembangunan non fisik.

2.1.5.1.  Partisipasi masyarakat dalam evaluasi pembangunan
Partisipasi masyarakat dalam melakukan evaluasi pembangunan sangat erat hubungannya dengan proses penyelenggaraan pembangunan. Partisipasi masyarakat pada dasarnya timbul sejak pengambilan keputusan  suatu rencana, program/proyek pembangunan sampai berhasilnya program tersebut. Sebagaimana Cohen dan Uphoff (1977 : 56-57) yang mengatakan bahwa masyarakat harus terlibat terhadap penyelenggaraan pembangunan desa, baik yang ditentukan oleh lembaga formal maupun informal, secara langsung maupun tidak langsung dari segenap aktivitas politik maupun publik opinion.
Jadi dapat dikatakan bahwa partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan sangat penting dan dibutuhkan  dalam menjamin keberhasilan tujuan  pembangunan. Keikutsertaan masyarakat dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan dapat diwujudkan dalam bentuk pengawasan yang bersifat preventif dan represif terhadap program pembangunan yang dilaksanakan, sehingga pelaksanaannya sesuai dengan rencana  yang telah ditetapkan  dalam rangka menjamin tercapainya tujuan pembangunan itu sendiri.


2.1.5.2. Pelaksanaan Program Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat   Kecamatan dan Kelurahan (P2MK)
Suatu program pemberdayaan masyarakat dikatakan berhasil jika indikator-indikator keberhasilan yang digunakan untuk mengukur pelaksanaan program tersebut terpenuhi. Adapun indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur berhasilnya suatu program  sebagaimana yang dikemukakan oleh Sumodiningrat (1988: 138) adalah sebagai berikut :
1.      Berkurangnya jumlah penduduk yang termasuk dalam kategori miskin.
2.      Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.
3.      Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.
4.      Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai oleh berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, dan makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lainnya dalam masyarakat.

Sasaran yang diharapkan terlibat dalam mensukseskan pelaksanaan program ini adalah  masyarakat, tokoh masyarakat, lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) dan aparat kelurahan serta unsur-unsur lainnya yang berpotensi dan dapat digunakan dalam pelaksanaan pembangunan. Pendekatan yang dapat digunakan dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan  (P2MK) ini adalah pemihakan kepada penduduk/masyarakat, pemberian peran  dan kepercayaan kepada masyarakat dalam melaksanakan pembangunan serta pemberian akses informasi. Pendekatan ini lebih tertuju kepada kesediaan dan kemauan aparat pemerintah  untuk melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Sedangkan pendekatan lainnya yang lebih ditujukan kepada masyarakat yaitu adanya partisipasi masyarakat, kompetisi yang sehat dan adanya swadaya masyarakat
Dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan, kegiatan ekonomi masyarakat bergerak dalam kelompok masyarakat atau pokmas  dengan kegiatan yang berbentuk usaha ekonomi produktif (UEP).  Dengan kegiatan ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.
2.1.       Penelitian terdahulu
Hasil penelitian yang terdahulu sesuai dengan konsep Partisipasi untuk pembanding penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.        Khoirun (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Partisipasi masyarakat dalam Pembangunan Desa, Studi kasus Program bantuan pelaksanaan Partisipatif di kecamartan Balungbodo Kabupaten Sidoarjo menyimpulkan bahwa bantuan Partisipatif masyarakat secara langsung dapat memacu partisipasi masyarakat secara langsung dalam kegiatan pembangunan di desa/kelurahan, sehingga menempatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan.
2.        Hadi Soekamto (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan (studi Implementasi P2KP di Kelurahan Bandalan kecamatan Sukun Kota malang) menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat kelurahan Bandalan sudah cukup menunjang dalam rangka pelaksanaan P2KP, meskipun bentuk partisipasinya masih dalam tatanan mengimplementasikan program pembangunan.
3.        Durudono (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Prtisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pendukung pembangunan Desa/kelurahan (P3DK) menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan P3DK didesa Panggul Rejo  Kecamatan Panggul Rejo Kabupaten Blitar, baik pada tahap perencanaan maupun pada tahap pelaksanaan secara kualitatif cukup baik, masyarakat dilibatkan secara langsung dalam tahap mengusulkan rencan dan pembahasan usulan tingkat lokal atau dalam suatu organisasi lokal.
4.        Erdjuna Rasdjan (2009) dalam penelitiannya ang berjudul Implementasi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dalam menunjang Partisipasi masyarakat desa, Studi kasus di desa Andeporandu Kecamatan Tongauna Kabupaten Konsel. Menyimpulkan bahwa Partisipasi masyarakat desa Andeporandu dalam berbagai tahapan program pengembangan kecamatan sudah cukupm baik, namun demikian partisipasi masyarakat pada tahapan pengendalian atau pengawasan masih kurang, Tim dari masyarakat yang bertugas untuk melaksanakan pengendalian atau pengawasan belum bekerja sebagaimana yang diharapkan karen tim tersebut tidak mendapat biaya operasional.
2.3.  Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembangunan secara terencana merupakan suatu usaha yang lebih rasional dan teratur bagi pembangunan masyarakat. Teori pembangunan  menempatkan masyarakat  sebagai perhatian dan sekaligus menjadi pelaku utama dalam pelaksanaan pembangunan. Ini menunjukkan bahwa  faktor manusia dalam pelaksanaan pembangunan memegang perana yang sangat penting. 
Dalam pengertian partisipasi dikatakan bahwa  partisipasi akan dilakukan oleh masyarakat apabila memberikan kontribusi langsung  terhadap individu atau kelompok dan apabila tidak maka partisipasi tidak terlaksana. Partisipasi akan terjadi apabila ada imbalan yang setimpal dari yang telah dikeluarkan  baik berupa tenaga, uang, maupun yang lainnya dari individu atau kelompok masyarakat.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam tahapan pembangunan berupa sumbangan spontan dalam bentuk barang dan jasa (uang), mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan industri/instansi yang berada diluar lingkungan tertentu, mendirikan proyek yang sifatnya  berdikari dan dibiayai seluruhnya  oleh komunitas (rapat desa), serta  mengadakan pembangunan dikalangan sendiri. Sedangkan jenis partisipasi berupa pikiran, tenaga, pikiran dan tenaga, barang, serta uang. Berdasarkan tingkatan tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu memanfaatkan  hasil pembangunan, berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan, berpartisipasi dalam pemeliharaan hasil pembangunan, partisipasi dalam  menilai hasil pembangunan, serta partisipasi dalam mengambil keputusan. Mutu partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan berdasarkan tinggi rendahnya adalah berpartisipasi karena mendapat perintah, berpartisipasi karena ingin mendapat imbalan,  berpartisipasi secara sukarela, berpartisipasi karena prakarsa sendiri, serta berpartisipasi yang disertai dengan kreasi atau daya cipta. Partisipasi masyarakat dalam tahapan pembangunan berupa partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan, partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil pembangunan, serta partisipasi masyarakat dalam evaluasi pembangunan. Koentjoroningrat (1974 :80) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan lebih menekankan kepada kemauan sendiri  secara sadar untuk melaksanakan aktivitas-ativitas pembangunan, disini semua potensi manusia  (tenaga kasar dan trampil serta dana) diarahkan bagi pelaksanaan pembangunan  baik melalui swadaya gotong royong maupun sumbangan sukarela.
Beaulieu (dalam Gundhi, 1999 : 24) menyebutkan bahwa partisipasi dalam pembangunan merupakan upaya yang penting, karena akan menghasilkan pembangunan yang sangat memuaskan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan bisa berjalan efektif dan berhasil dengan baik apabila masyarakat tersebut terlibat langsung dalam seluruh proses kegiatan yaitu :
1.      Partisipasi masyarakat dalam perencanaan
2.      Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
3.      Prtisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dan pemeliharaan hasil
4.      Partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi
5.      Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan peluang kegiatan usaha.

Dengan demikian peran serta masyarakat kedepannya bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah, ataupun lembaga-lembaga non pemerintah tetapi haruslah merupakan tanggung jawab yang timbul dari kesadaran masyarakat itu sendiri.
Dengan adanya Program Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan dan Kelurahan (P2MK) berarti dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat dalam mendorong perkembangan sistem pembangunan yang partisipatif, terpenuhinya sarana dan parasarana ekonomi, sosial dan sarana pendukung lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.


 BAB. III.
METODE  PENELITIAN

1.1.    Desain Penelitian
Penelitian ini akan mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program P2MK. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kuantitatif  yang dilengkapi dengan wawancara mendalam kepada responden informan kunci. Tingkat partisipasi yang diukur dipilih  menurut tahap kegiatan pembangunan dan objek P2MK.
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Benu-Benua untuk memahami dan menggambarkan fenomena sosial berupa Analisis Partisipasi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat  Kecamatan Dan Kelurahan (P2MK) di kelurahan Benu-Benua.

1.2.     Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Operasional Variabel
1.2.1.       Variabel Penelitian
Berdasarkan judul penelitian ini yaitu Analisis Partisipasi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat  Kecamatan Dan Kelurahan (P2MK) di kelurahan Benu-Benua kecamatan Kendari barat, yang menjadi variabel adalah Partisipasi masyarakat terhadap  Program P2MK.

3.2.2.    Definisi Operasional Variabel
Secara operasional variabel perlu didefinisikan yang bertujuan untuk menjelaskan makna variabel penelitian. Singarimbun (1987 : 23) memberikan pengertian tentang definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberikan petunjuk bagaimana variabel itu diukur.
Variabel Partisipasi Masyarakat  terhadap  Program P2MK dapat diukur dari  :
 (1) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan,
(2) Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan,
(3) Partisipasi masyarakat dalam Pemanfaatan dan pemeliharaan hasil,
 (4) Partisipasi masyarakat dalam Pengawasan dan Evaluasi,
(5) Partisipasi masyarakat dalam Pemanfaatan peluang kegiatan usaha.

3.2.3.       Operasionalisasi  Variabel
Untuk jelasnya mengenai partispasi masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan (P2MK) di Kelurahan Benu-Benua dapat dilihat sebagaimana tabel 1.2. berikut:
                       







 Tabel 1.2. Operasional variabel penelitian.
VARIABEL
DIMENSI
INDIKATOR






 






PARTISIPASI MASYARAKAT















Partisipasi masyarakat dalam Perencanaan









Partisipasi masyarakat dalam Pelaksanaan






Partisipasi masyarakat dalam Pemanfaatan dan pemeliharaan hasil




Partisipasi masyarakat dalam Pengawasan dan evaluasi:






Partisipasi masyarakat dalam Pemanfaatan peluang kegiatan usaha:

·          Ikut rapat/pertemuan
·          Ikut menentukan jenis kegiatan proyek
·          Ikut mengambil keputusan
·          Menyumbangkan
ide/gagasan
·          Ikut Menentukan Lokasi kegiatan


·     Ikut rapat/pertemuan
·     Ikut dalam pelaksanaan proyek
·     Menyumbang tenaga
·     Menyumbang dana
·     Telibat menentukan material yang digunakan

·     Memanfaatkan hasil proyek
·     Memelihara hasil proyek
·     Menyumbang tenaga
·     Menyumbang dana



·     Terlibat mengawasi kegiatan proyek
·     Terlibat mengevaluasi kegiatan proyek
·     Terlibat sesuai  rencana dengan hasil proyek
·     Terlibat menilai hasil proyek


·     Modal Usaha
·     Siapa yang menggunakan
·     menentukan peruntukannya pada siapa





3.3.  Populasi, dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang ada dan tinggal di Kecamatan Kendari barat khususnya pada Kelurahan Benu-benua yang melaksanakan kegiatan program pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan (P2MK), yang berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Kendari Tahun 2009 Jumlah Kepala Keluarga (KK)  sebanyak 477 KK yang tersebar di 2 (dua) Lingkungan dan 4 (empat) RW. Adapun jumlah populasi itu dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel . 1.3 . Jumlah Penduduk Kelurahan Benu-Benua Tahun 2009
No
Nama Dusun/Lingkungan
Jumlah penduduk
KET
Jumlah KK
WNI
WNA
Jumlah Anggota Keluarga
LK
PR
LK
PR
I
METRO JAYA
( RW. 001)
144
323
346
-
-
669

II
MEKAR JAYA
(RW. 02,03,04)
333
839
819
-
-
1.165


JUMLAH
477
1.162
1.165
-
-
2.327


Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Kendari Tahun 2009

3.3.2. Sampel
Dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian sampel yang hanya meneliti sebagian dari populasi yanga ada. Sejalan dengan hal ini  Surachmad (1980 : 93) mengemukakan bahwa :
Sampel diperlukan bila peneliti tidak bermaksud untuk meneliti  seluruh populasi yang ada, karena tidaklah mungkin penelitian selalu langsung meneliti segenap populasi, padahal tujuan penelitian adalah menemukan generalisasi yang berlaku secara umum. Oleh karenanya seringkali peneliti terpaksa menggunakan sebagian saja dari populasi, sebuah sample yang dapat dipandang representatif terhadap populasi itu. 

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari populasi yang menjadi sumber data dalam penelitian yang dilakukan secara Random Sampling, sehingga dapat mewakili  populasi yang ada secara keseluruhan.
Untuk menentukan banyaknya sampel dalam penelitian ini  maka akandigunakan rumus perhitungan besaran sampel dari Taro Yamane (Rakhmat dalam Ridwan, 2004 : 65) sebagai berikut :
                                                     N
                               n =       
                                                N (d)2 + 1    
           
Keterangan :        n          :   Jumlah sampel yang dicari
                            N         :   Jumlah populasi
                             d         :   Nilai presisi
                             1         :  Nilai Konstan                

Berdasarkan hasil penelitian lapangan diketahui jumlah populasi sebanyak 477 KK di Kelurahan Benu-benua. Besarnya jumlah populasi dan mengingat keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian maka dilakukan penarikan sampel yang dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Dengan menggunakan rumus tersebut maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 

Kelurahan Benu-benua
             477                         477                            477
                            =                                   =                          = 82,64
       477.1² + 1            (477).(0,01)+1                   5,77

Secara keseluruhan jumlah sampel yang menjadi responden di Kelurahan Benu-Benua sebanyak 82  responden.
3.4.   Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan bertujuan untuk memperoleh data primer dan data sekunder yang berhubungan dengan topik penelitian. Untuk kemudahan dalam melakukan pengumpulan data, maka digunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu :
1.      Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang disebarkan kepada masyarakat di Kelurahan Benu-Benua yang telah dijadikan sampel dalam penelitian ini. Melalui teknik ini, dapat diketahui tanggapan dan sikap responden.
2.        Wawancara, Dilakukan untuk mendapatkan keterangan dan informasi yang diperlukan dari pihak-pihak yang dipandang memiliki data atau informasi  yang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Adapun informan kunci yang di dipilh  adalah :
·           1 orang pejabat pemerintah Kota Kendari ,
·           1 orang aparat Kecamatan, Aparat Kelurahan,  sebanyak
·           1 orang tokoh masyarakat,
·           1 orang pengurus  LPM.
3.        Observasi. Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung dilapangan terhadap obyek pembangunan yang dikerjakan melalu Program P2MK untuk memperkuat data Kuisioner dan hasil wawancara.
4.        Studi Kepustakaan, dilakukan untuk mendapatkan data  skunder, dengan mengambil data dan dokumen  yang relevan dari buku laporan dan lain sebagainya maupun data dari kantor Kelurahan Benu-benua serta dari tempat lain yang berkaitan dengan objek penelitian. 
5.      Dokumentasi di tujukan untuk memperoleh data yang meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan yang sesuai dengan penelitian ini.
3.5.  Analisis Data
Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan melihat tingkat partisipasi masyarakat dan tingkat keberhasilan program, dengan melakukan pembobotan yang kemudian akan dikomparisikan, selanjutnya menggunakan distribusi frekuensi dan diuraikan secara deskriptif kuantitatif. Untuk mengetahui hubungan partisipasi masyarakat dengan keberhasilan pelaksanaan program P2MK dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif sederhana.
3.6.     Lokasi  dan Jadwal Penelitian
3.6.1.       Lokasi Penelitian
Penelitian ini  dilakukan dengan mengambil topik penelitian  tentang Analisis partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan program pengembangan pemberdayaan masyarakat kecamatan dan kelurahan (P2MK) di Kelurahan Benu-Benua Kecamatan Kendari Barat.
3.6.2.  Jadwal Penelitian
Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Desember  sampai Agustus Dalam melakukan penelitian, khususnya di Kelurahan Benu-benua  kendala yang dihadapai tidak jarang responden kunci tidak mau di wawancara, juga ada responden yang yang tidak mau mengisi kuisioner dengan alasan takut jangan sampai akan dipersulit apabila berurusan dengan pemerintah Kelurahan. Disamping itu harus mengetahui jam datang responden dari beraktivitas dan jam berangkat untuk beraktivitas kembali agar dapat bertemu responden. Tehnik penelitian yang dilakukan untuk panarikan sampel dilakukan secara random sampling terhadap masyarakat di Kelurahan Benu-benua.
BAB  IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.  Gambaran Umum Wilayah Penelitian
4.1. 1.  Keadaan Geografis Kelurahan Benu-Benua
Luas wilayah Kelurahan Benu-Benua 1.500 Ha, dengan kondisi dataran  200 ha, perbukitan/pegunungan 700 ha dan ketinggian dari permukaan laut 24 m. Wilayah Kelurahan Benu-Benua terdiri dari  2 Lingkungan dan 4 RW. Waktu  tempuh ke ibu kota Kecamatan dengan jarak 500 km sekitar 10 menit. Waktu tempuh ke Kota Kendari dengan jarak 17 km sekitar 30 menit, dan waktu tempuh ke ibu Kota Provinsi dengan jarak 24 km  sekitar 45 menit. Keadaan iklim Kelurahan Benu-Benua beriklim Tropis dengan suhu udara rata-rata 21˚C dengan tingkat curah hujan 250 mm/tahun. Sebelah utara, Kelurahan Benu-Benua berbatasan dengan  Kecamatan Soropia, Kab. Konawe, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sodohoa, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Poasia, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Punggaloba.
2.1.5.       Keadaan Demografi    Kelurahan Benu-Benua
Penduduk Kelurahan Benu-Benua sebagian besar terdiri dari  suku, Tolaki, Muna, Bugis/Makassar, dan suku Moronene yang telah tinggal dan menetap sejak puluhan tahun yang lalu dan secara turun temurun. Jumlah penduduk Kelurahan Benu-Benua sebanyak 2.327 jiwa  yang terdiri dari laki-laki  1.162 jiwa dan perempuan  1.165  jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 477 KK
4.3.         Pembahasan
Sebelum memberikan ulasan dan pembahasan terhadap fokus penelitian ini maka terlebih dahulu disampaikan kembali temuan penelitian sebagai berikut yaitu pelaksanaan  kegiatan program P2MK di Kelurahan Benu-Benua didahului dengan melakukan penyusunan rencana kegiatan untuk menentukan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Penyusunan dan penetapan rencana terlebih dahulu dibahas dan dimusyawarahkan di tingkat RT masing-masing se Kelurahan Benu-Benua. Sebagaimana hasil wawancara dengan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kelurahan (BPM&PK) Kota Kendari, Arifin baidi, SH  bahwa :
Dalam melakukan pertemuan atau rapat, melibatkam masyarakat untuk mengetahui usulan-usulan mengenai jenis kegiatan yang akan dijadikan proyek dalam pelaksanaan program P2MK baik yang bersifat pembangunan fisik maupun  ekonomi.

Usulan masyarakat ini oleh pemerintah Kelurahan (Lurah sebagai ketua tim koordinasi) dikonsultasikan pada pengelola dan penanggung jawab kegiatan program untuk ditetapkan yang prioritas dan mendesak serta menjadi kebutuhan masyarakat yang disesuaikan dengan alokasi dana yang tersedia, karena tidak semua usulan yang diajukan dapat direalisasikan dan dibiayai oleh program. Kemudian dikoordinasikan pada tingkat Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan dari Camat  dan pada penanggung jawab operasional  dalam hal ini BPM atas nama Walikota.
Senada dengan itu Camat Kendari Barat, Drs. Ridwansyah Taridala, M.Si mengemukakan bahwa :
Setelah melakukan pembahasan dan menyusun rencana kegiatan, kemudian ditetapkan menjadi usulan kegiatan proyek yang selanjutnya akan dibawah dalam pertemuan tingkat Kelurahan atau Musbangkel           ( musyawarah pembangunan tingkat Kelurahan ) yang diikuti oleh utusan  dari tingkat RT yang telah ditunjuk, tokoh-tokoh masyarakat, asosiasi LPM, organisasi kepemudaan, organisasi kewanitaan dan aparat terkait serta masyarakat yang peduli dalam pelaksanaan pembangunan pemberdayaan masyarakat.

Dari hasil wawancara yang dilakukan terungkap bahwa walaupun mengikuti  rapat/pertemuan yang dilaksanakan ditingkat RT maupun ditingkat Kelurahan untuk membahas dan menyusun rencana kegiatan program P2MK, tetapi dalam penyusunan rencana kegiatan program yang akan dilaksanakan, keputusannya diserahkan kepada aparat atau pemerintah Kelurahan dan tokoh-tokoh masyarakat yang lebih mengetahui.
Kadar partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program P2MK di Kelurahan Benu-Benua bisa dibilang cukup tinggi, pemahaman dan pengetahuan masyarakat  yang bermukim di Kelurahan Benu-Benua terhadap Program P2MK ini pada umumnya diketahui  lewat undangan yang diberikan . Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Lurah Benu-Benua Bapak Muh Dirga Taufik, S.STP  yang menyatakan bahwa :
Sebelum mengadakan sosialisasi mengenai pelaksanaan program P2MK, Pemerintah dalam hal ini pemerintah Kelurahan Benu-Benua menyebarkan undangan kepada seluruh komponen masyarakat, asosiasi LPM, PKK tokoh pemuda serta tokoh-tokoh masyarakat dan seluruh RT dan RW untuk mengikuti sosialisasi program P2MK yang dilaksanakan oleh pemerintah Kelurahan  yang difasilitasi oleh pemerintah Kecamatan dan BPM  dan PK Kota Kendari.  Penyampaian  undangan tersebut dilakukan dengan menggunakan undangan tertulis dan  menggunakan serta  memanfaatkan mesjid untuk mengundang masyarakat.

Pada umumnya masyarakat mengetahui program P2MK  melalui undangan yang diberikan oleh pemerintah Kelurahan. Dalam berpartisipasi menghadiri rapat/pertemuan tergolong tinggi karena yang diundang juga banyak, sehingga tingkat keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan juga tinggi. Dengan mengetahui program P2MK maka akan mendorong masyarakat untuk terlibat aktif dalam pelaksanaannya.
Dari hasil wawancara dengan Lurah Benu-Benua terungkap bahwa walaupun dalam menyusun rencana kegiatan proyek dari program P2MK yang akan dilaksanakan diserahkan kepada pemerintah Kelurahan bersama tokoh-tokoh masyarakat tetapi usulan-usulan yang telah disampaikan oleh masyarakat dalam rapat menjadi prioritas utama karena apa yang diusulkan merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh masyarakat.  Hal yang sama dikatakan oleh Ketua LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) Kelurahan Benu-Benua, bahwa :

Masyarakat diundang baik secara tertulis maupun lisan untuk mengikuti rapat/pertemuan mengenai sosialisai program P2MK maupun dalam mengikuti musyawarah pembangunan tingkat Kelurahan. Namun pada umumnya keikutsertaan masyarakat tersebut terwakilkan melalui beberapa orang dan RT yang ditunjuk oleh masyarakat sendiri.

Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa tingkat keterlibatan masyarakat  dalam menyusun rencana kegiatan proyek dari program P2MK yang akan dilaksanakan sangat tinggi dan hasil akhir dari usulan yang disampaikan diserahkan kepada pemerintah kelurahan bersama tokoh-tokoh masyarakat untuk dijadikan usulan-usulan yang   menjadi prioritas utama karena apa yang diusulkan merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan/mendesak oleh masyarakat. Sementara itu, dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa tokoh masyarakat diketahui bahwa dalam menyusun rencana proyek, pemerintah Kelurahan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, asosiasi LPM, PKK, Organisasi pemuda/wanita dan pihak lain yang tertarik dan berkepentingan dalam pelaksanaan program P2MK, sehingga keputusan yang dihasilkan merupakan hasil dari kesepakatan bersama masyarakat. Ini menunjukkan bahwa pemerintah Kelurahan  memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut berpartispasi dalam penyusun rencana program P2MK sebab masyarakat juga yang nantinya akan melaksanakan dan merasakan manfaatnya.
Dalam partisipasi masyarakat untuk menghadiri rapat dan mengambil keputusan guna menentukan waktu pelaksanaan kegiatan proyek P2MK di Kelurahan Benu-Benua tingkat partisipasi masyarakat sangat tinggi.  Demikian pula dikatakan Ndraha (1982 : 49 ) bahwa partisipasi dalam perencanaan wujudnya  bisa berupa kehadiran dalam rapat, pemikiran, dan waktu.
Berdasarkan temuan tersebut dapat diketahui bahwa Tingginya  tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Benu-Benua  disebabkan adanya kesadaran masyarakat untuk menghadiri undangan pertemuan/rapat dari pemerintah Kelurahan yaitu sebesar 57,32 %, sehingga keterlibatan dalam pengambilan keputusan juga sangat besar.  Sedangkan untuk tingkat keterlibatan masyarakat dalam pemeliharaan hasil proyek juga tergolong tinggi baik dalam menyumbangkan tenaga maupun dana yaitu sebesar 48,78 %. Dalam hal pengawasan dan evaluasi, tingkat partisipasi masyarakat  lebih banyak yang terlibat melakukan pengawasan dan penilaian yakni sebesar 45,12 % sangat terlibat dan 29,27 % terlibat. Tingkat partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan dan pemeliharaan hasil pelaksanaan kegiatan proyek P2MK di Kelurahan Benu-Benua tergolong tinggi yaitu sebesar 51,22 % hal ini disebabkan oleh partisipasi masyarakat yang dilakukan dengan menyumbangkan tenaga dan dana. Agar hasil yang telah dicapai tersebut dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan dan terus menerus  diperlukan kesadaran masyarakat untuk lebih terlibat dalam melakukan perawatan dan pemeliharaannya, dengan melakukan perbaikan sendiri apabila ada kerusakan dengan cara swadaya tanpa harus menunggu perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah. Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dan pemeliharaan hasil proyek yang telah dicapai di Kelurahan Benu-Benua dilakukan secara sukarela tanpa ada paksaan daripihak lain. Hal ini menunjukkan adanya kedasaran dari masyarakat untuk tetap memelihara hasil dari pelaksanaan kegiatan P2MK agar manfaatnya dapat terus dirasakan.
Hasil pelaksanaan program P2MK di Kelurahan Benu-Benua sangat memberikan manfaat dan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses berbagai sarana yang ada serta dalam melakukan berbagai kegiatan, baik kegiatan ekonomi maupun dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tingkat partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil dari kegiatan program P2MK di Kelurahan Benu-Benua sangat tinggi, karena masyarakat yang terlibat berpartisipasi dalam pengawasan dan penilaian begitu besar yaitu sebesar 46,34 % terlibat dan 21,95 % sangat terlibat. Ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk mengontrol dan mengawasi jalannya pembangunan telah ada sehingga hasil pelaksanaan pembangunan lebih baik dan manfaatnya dapat dinikmati lebih lama.
Kalau dikaji berdasarkan bentuknya, partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat penerima program menurut Cohen dan Uphoff (1977) terdiri dari (1) partisipasi dalam pengambilan keputusan, (2) implementasi, (3) pemanfaatan, dan (4) dalam evaluasi program. Oleh karena itu maka bentuk partisipasi masyarakat Kelurahan Benu-Benua masuk dalam bentuk partisipasi implementasi dan partisipasi pemanfaatan program. Temuan ini didukung oleh hasil penelitian dari Nordholt, 1986 (dalam Supriatna, 2000) juga membuktikan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbatas pada pelaksanaan pembangunan (implementation of development program). Jadi dengan demikian setelah dicermati lebih lanjut adanya partisipasi masyarakat tersebut masih bersifat sukarela, dalam artian bahwa masyarakat antusias menyambut saja program pembangunan yang diluncurkan oleh pihak lain, dalam hal ini Pemerintah Kota Kendari .
Berkaitan dengan hal ini patut disimak apa yang dikemukakan oleh Korten (1984) sebagai berikut: “walaupun dalam tahap pertama usaha pembangunan dengan titik berat pada pengerahan dana dan daya orang kebanyakan bersedia menerima pengambilan keputusan yang terpusat, pada suatu titik ia menghendaki diikut sertakan dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi perikehidupannya dan perikehidupan anggota keluarganya”.
Intinya adalah bahwa suatu program pembangunan harus dipahami dahulu  oleh masyarakat sebagai target groups, jika ingin mendapatkan dukungan yang spontan dari masyarakat. Dengan demikian pembangunan yang diselenggarakan akan berhasil jika didukung oleh partisipasi masyarakat yang bersangkutan, seperti dikemukakan oleh Kartasasmita (1997: 56) menyatakan bahwa studi empirik banyak menunjukkan kegagalan pembangunan ataupun pembangunan tidak dapat memenuhi sasarannya akibat kurangnya partisipasi masyarakat.
Kenyataan yang terjadi selama ini dimana program pembangunan seperti P2MK merupakan program yang diperuntukkan kepada masyarakat khususnya dalam menanggulangi kemiskinan. Program yang demikian itu masih menggunakan konsep pembangunan untuk masyarakat dan bukan program yang berpusat pada masyarakat. Sebagaimana Korten (1988) yang disitir oleh Supriatna (2000), menyatakan bahwa pendekatan dalam kegiatan pembangunan yang masih berorientasi pada masyarakat (people oriented) harus dirubah dengan pendekatan pembangunan yang berpusat pada masyarakat.(people centered). Artinya pastisipasi masyarakat bukan sebagai faktor ikutan (nurturent factors) melainkan sebagai fantor utama (main factors) dalam setiap program pembangunan.
Seperti halnya dalam P2MK ini, masyarakat tidak hanya dituntut untuk ikut mensukseskan penyelenggaraan program, namun lebih jauh lagi yakni sebagai aktor tingkat lokal. Partisipasi masyarakat di Kelurahan Benu-Benua memang sudah cukup baik, namun akan lebih baik lagi apabila seluruh komponen masyarakat turut bahu membahu menumbuhkan rasa saling peduli terhadap kondisi sosial di lingkungannya. Sebagaimana Cohen dan Uphoff (1977 : 56-57) yang mengatakan bahwa masyarakat harus terlibat terhadap penyelenggaraan pembangunan desa, baik yang ditentukan oleh lembaga formal maupun informal, secara langsung maupun tidak langsung dari segenap aktivitas politik maupun publik opinion.  Pendek kata bahwa partisipasi masyarakat seharusnya tidak hanya dituntut bagi yang berperan sebagai objek, tetapi yang paling penting justru harus ditujukan bagi yang berperan sebagai subyek pembangunan.
Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kelurahan Banu-Benua sudah cukup optimal untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan program P2MK di wilayahnya. Upaya tersebut ditempuh setelah melalui mekanisme proses pembelajaran (learning process) melalui tahapan-tahapan pelaksanaan program.
Walaupun dengan segala keterbatasannya, Pemerintah Kelurahan Benu-Benua telah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik. Dilandasi oleh prinsip-prinsip dan asas-asas P2MK,  pemerintah kelurahan berusaha melakukan upaya konkret guna memperoleh dukungan dan peran serta masyarakat dalam menyelenggakan program P2MK. Secara umum upaya-upaya tersebut merupakan suatu keputusan kolektif yang diambil oleh pemerintah dan masyarakat, setelah mengamati dan merasakan adanya kekurangan atau kelemahan dari yang sudah terjadi atau telah berlaku. Sebagai contoh salah satu upaya yaitu menggalakkan sosialisasi P2MK. Upaya ini sangat strategis dan fungsional untuk berusaha menggugah rasa kepedulian terhadap program yang sedang di jalankan. Sebab melalui sosialisasi masyarakat akan mempunyai pemahaman yang benar terhadap seluk beluk program/proyek.
Dalam kegiatan pembangunan sering kita menjumpai atau mendapat berbagai halangan dan tantangan dalam pelaksanaannya. Untuk menghadapi berbagai halangan dan tantangan tersebut tentunya harus diselesaikan dengan baik secara musyawarah dengan masyarakat yang dihadapi. Demikian halnya dalam pelaksanaan kegiatan program P2MK tidak jarang dijumpai persoalan dengan masyarakat yang kebetulan tanah atau halamannya terkena oleh kegiatan program yang dilaksanakan terutama dalam mengerjakan jalan/jalan setapak ataupun dalam pembuatan MCK atau yang lainnya.
Namun berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar masyarakat baik di Kelurahan Benu-Benua tidak keberatan dalam arti setuju dan merelakan tanahnya apabila pekerjaan yang dikerjakan tersebut mengambil sebagian tanah masyarakat. Dari hasil wawancara dengan beberapa warga yang tanahnya terkena atau dilalui oleh pembuatan jalan/jalan setapak dari program P2MK di Kelurahan Benu-Benua  mengatakan bahwa pada mulanya mereka tidak mau kalau tanahnya diambil atau dilewati oleh jalan/jalan setapak yang dikerjakan kalau tidak diberikan ganti rugi. Akan tetapi setelah dimusyawarakan dan diberi pengertian oleh tokoh-tokoh masyarakat dan aparat pemerintah Kelurahan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan program P2MK ini pemerintah tidak menyediakan dana/biaya  ganti rugi kepada masyarakat yang kebetulan tanah/pekarangannya terkena oleh kegiatan proyek  yang dikerjakan, karena kegiatan proyek ini untuk kepentingan bersama, disamping itu dalam program P2MK sangat diharapkan partisipasi masyarakat dan swadaya masyarakat dalam pelaksanaannya. Akhirnya masyarakat yang semula menolak untuk memberikan atau merelakan tanahnya setuju dan mau untuk berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Alasan masyarakat untuk merelakan tanahnya yang terkena oleh kegiatan program P2MK karena jalan/jalan setapak yang akan dikerjakan/dibuat melalui program P2MK tersebut mereka dan anak-anak mereka juga yang akan menggunakannya dan juga akan mempermudah bagi mereka dalam melakukan berbagai kegiatan.
Pentingnya sosialisasi dalam suatu program pembangunan dikemukakan oleh seorang pakar komunikasi. Budiatna, (2001) sebagai berikut: “dalam sebuah program pemberdayaan masyarakat, sosialisasi sangat diperlukan. Sosialisasi yang paling efektif dilakukan oleh aparat pemerintah jika dibantu oleh tokoh masyarakat setempat. Itu pun dengan syarat tertentu yaitu, apabila aparat pemerintah dan tokoh masyarakat tersebut benar-benar jadi panutan masyarakat. Namun kecenderungan selama ini, tidak sedikit masyarakat yang tidak mempercayai aparat pemerintah setempat”.
Untuk memahami tujuan program sehingga Penguatan Kelembagaan (Capacity and institution building)  dapat tercapai, maka kemampuan masyarakat kelompok sasaran untuk memperoleh dan memanfaatkan informasi tentang program menjadi sangat penting. Setiap program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pada hakekatnya membutuhkan keterlibatan kelompok sasaran pada program tersebut. Dengan diketahuinya tujuan dan sasaran program oleh masyarakat, maka niscaya partisipasi dan keterlibatan masyarakat tersebut terhadap program yang dilaksanakan akan meningkat. Hal ini diungkapkan oleh Supriatna (2000) bahwa penyebaran dan penyaluran informasi yang tepat merupakan salah satu bidang permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam menelaah pelaksanaan program pembangunan.
Meskipun disadari bahwa informasi merupakan penentu keberhasilan suatu program, namun pada kenyataannya penyebaran informasi dalam masyarakat tidak merata. Seperti yang disampaikan oleh  Dahlan (1980) bahwa ada ketimpangan arus informasi dalam masyarakat yang menyebabkan golongan berpenghasilan rendah tidak memperoleh kesempatan cukup untuk mendapatkan informasi yang dapat meningkatkan taraf hidupnya.
demikian orang yang dapat mengambil manfaat dari suatu program adalah mereka yang dekat dengan jaringan/saluran informasi, dan biasanya mereka itu adalah yang berada di lapisan atas. Ketidak mampuan memperoleh informasi tentang suatu program akan menyebabkan masyarakat tidak mampu memanfaatkan program tersebut, dan pada gilirannya program itu akan mengalami kegagalan. Dengan demikian tanpa melalui proses identifikasi kebutuhan (need assessment) yang dilakukan dengan menggunakan pemikiran reflektif (reflective thinking), kemudian dilanjutkan dengan penyusunan rencana kerja (action plann), untuk kemudian diterapakan dan dimonitor serta dieveluasi, maka Upaya yang dipilih dan dijalankan tidak akan berhasil menyelesaikan masalah. Agar hasil yang telah dicapai tersebut dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan dan terus menerus  diperlukan kesadaran masyarakat untuk lebih terlibat dalam melakukan perawatan dan pemeliharaannya, dengan melakukan perbaikan sendiri apabila ada kerusakan dengan cara swadaya tanpa harus menunggu perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah.
Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dan pemeliharaan hasil proyek yang telah dicapai di Kelurahan Benu-Benua dilakukan secara sukarela tanpa ada paksaan daripihak lain.  Hal ini menunjukkan adanya kedasaran dari masyarakat untuk tetap memelihara hasil dari pelaksanaan kegiatan P2MK agar manfaatnya dapat terus dirasakan. Partisipasi masyarakat di Kelurahan Benu-Benua mengetahui ada bantuan dana yang diberikan melalui program P2MK  untuk kegiatan ekonomi produktif masyarakat dan pada umumnya telah terlaksana dan tersalurkan kepada mereka yang membutuhkan. Penyaluran bantuan dana yang diberikan kepada masyarakat di Kelurahan Benu-Benua besar dan jumlahnya, disesuaikan dengan alokasi dana yang ditelah ditetapkan oleh  masyarakat dan Pemerintah Kelurahan.
Di Kelurahan Benu-Benua tingkat partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan peluang kegiatan usaha tergolong tinggi  mengetahui ada bantuan dana yang akan diberikan melalui program P2MK adalah sebesar 80,49 %,  besarnya tingkat partisipasi masyarakat dalam mengikuti rapat/pertemuan mengenai pemberian bantuan dana tersebut yaitu 52,44 %. Akibatnya tingkat partisipasi masyarakat terlibat dalam menentukan besarnya bantuan dana yang diberikan dan dalam pengambilan keputusan juga tinggi.

Bantuan dana yang diberikan kepada masyarakat bersifat dana bergulir, ada kesadaran dari masyarakat yang telah mendapatkan bantuan dana untuk mengembalikan sesuai dengan besarnya cicilan yang harus dibayar sehingga dana tersebut dapat digunakan oleh masyarakat lainnya yang membutuhkan dan yang belum mendapatkan. Dengan demikian dana tersebut akan dapat dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat yang membutuhkan guna mengembangkan atau menambah modal usahanya sehingga mampu untuk meningkatkan usahanya dan kesejahteraan hidupnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat Bpk. Abdul Kadir, BA, menyatakan bahwa :
Dalam penentuan dan pemberian bantuan dana bergulir serta kepada siapa bantuan dana diberikan, mereka dilibatkan, disamping itu mereka juga dilibatkan dalam menyusun dan menetapkan kegiatan-kegiatn fisik yang akan dikerjakan dalam program P2MK.

Bantuan dana bergulir digunakan oleh masyarakat untuk menambah modal atau mengembangkan usaha. Walaupun dalam pelaksanaannya ada sebagian kecil masyarakat yang tidak mengembalikan atau membayar cicilan sebagaimana yang telah ditetapkan sehingga dana tersebut tidak dapat digulirkan atau diberikan kepada masyarakat lainnya yang membutuhkan. Disamping itu adanya anggapan sebagaian kecil masyarakat bahwa bantuan dana dari program P2MK tidak perlu dikembalikan karena dana tersebut ada setiap tahunnya.
Kendala dalam pemanfaatan bantuan dana Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Lurah Benu-Benua dan Ketua LPM Kelurahan Benu-Benua di ketahui bahwa walaupun bantuan dana dari program P2MK yang disalurkan kepada masyarakat bersifat dana bergulir dan jumlahnya tidak terlalu   besar, masih  ada yang tidak mengembalikan  atau tidak membayar cicilan yang harus dibayar setiap bulannya. Hal ini disebabkan usaha yang mereka  kelola tidak berkembang, dana yang diperoleh disalah gunakan (tidak sesuai dengan peruntukannya), serta adanya anggapan masyarakat bahwa  dana tersebut tidak perlu dikembalikan karena setiap tahun akan ada dana bantuan.
Selanjutnya dikatakan bahwa tidak adanya sanksi yang tegas/berat diberikan kepada mereka yang tidak mengembalikan menjadi salah satu penyebab tidak kembalinya dana tersebut. Untuk pemberian bantuan dana selanjutnya akan lebih selektif diberikan kepada mereka yang membutuhkan dan mempunyai usaha yang benar-benar dapat dikembangkan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengelolaannya dan dapat digulirkan kepada yang lain yang membutuhkannya.


                                                               













BAB   V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Benu-Benua Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari, diketahui bahwa   pelaksanaan kegiatan program P2MK telah terlaksana sebagaimana mestinya dan hasil dari pelaksanaan kegiatan program P2MK tersebut telah dirasakan manfaatnya dan dinikmati oleh masyarakat setempat. Tentang tingkat partisipasi masyarakat, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Tigkat partisipasi masyarakat dalam program P2MK di Kelurahan Benu-Benua sangat besar. Besarnya tingkat partisipasi masyarakat tersebut disebabkan tingginya tingkat kehadiran/keikutsertaan dalam memenuhi undangan rapat dari pemerintah Kelurahan yang juga ikut berpengaruh pada  keterlibatan dalam mengambil keputusan, demikian pula dalam menyubangkan tenaga/dana dilakukan dengan sukarela, sehingga dalam penyusunan rencana program, pelaksanaan dan pengawasan hasil proyek tingkat keterlibatan masyarakat lebih dominan dari keterlibatan pemerintah Kelurahan.
2.      Partisipasi Masyarakat di Kelurahan Benu-Benua sudah berjalan dengan baik, hasil pelaksanaan program P2MK di Kelurahan Benu-Benua mampu memberikan manfaat dan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses berbagai sarana yang ada serta dalam melakukan berbagai kegiatan, baik kegiatan ekonomi maupun dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Faktor lain yang menyebabkan partisipasi masyarakat  berjalan dengan baik disebabkan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat dan pengetahuan akan perencanaan pembangunan, selain itu pekerjaan atau mata pencaharian yang dimiliki masyarakat juga berpengaruh langsung terhadap tingkat keterlibatan berpartisipasi dalam pelaksanaan program P2MK, karena tanpa dukungan partisipasi masyarakat  program tidak akan berjalan dengan baik.
5.2. Saran
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian  dan kesimpulan yang telah dikemukakan  tersebut, dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dalam menyusun rencana pembangunan selanjutnya untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan program P2MK yaitu :
1.        Besarnya manfaat dari program P2MK yang dirasakan oleh masyarakat maka peran serta  masyarakat perlu lebih ditingkatkan  dalam berbagai kegiatan pembangunan agar dapat lebih mandiri dalam pelaksanaan pembangunan, terutama melakukan pembinaan terhadap organisasi-organisasi kemasyarakatan agar menjadi motivator  dan pelopor dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga mampu untuk merencanakan sendiri kegiatan/program pembangunannya agar peran pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan dapat dikurangi.
2.        Manfaat dari pelaksanaan program P2MK ini telah dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Benu-Benua, apabila program P2MK ini akan terus dilanjutkan oleh Pemerintah Kota Kendari, perlu adanya  penambahan/peningkatan dana yang lebih besar dari yang ada sekarang dan lebih difokuskan pada kegiatan usaha ekonomi masyarakat, sehingga mampu pemberdayaan masyarakat terutama  masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Atau perlu mengembangkan  model baru dalam  pendekatan pembangunan untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat agar lebih mandiri dalam melaksanakan pembangunan dan tidak selalu bergantung pada program yang diberikan oleh pemerintah.


















DAFTAR     PUSTAKA

Abdul Adjid, Dudung. 1985, Pola Partisipasi Masyarakat Perdesaan Dalam  Pembangunan Pertanian Berencana, ORBA Sakti, Bandung.
Bungin, Burhan. 2005, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikadi, Ekonomi, Kebijakan Publik, serta ilmu-ilmu sosial lainnya), Prenada Media, jakarta.
Cohen, J.M, and N.T. Uphoff. 1977, Rural Development Participation, Ithaca, New York.
Chambers, Robert. 1983, Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang, LP3ES, Jakarta.
Marwati Gundhi. 1999, Tesis, Telaah Tentang Pengadaan Perumahan Yang Bertumpu Pada Masyarakat (Kasus Kopersi Kredit Perumahan Borromeus di Cicunuk Kecamatan Cileunyi  Dan Paguyuban Bumi Damai Lestari di Lebak Wangi Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung), Bandung.
Hikmat, Harry. 2001, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Liberty, Yogyakarta.
___________   2004, Pangarusutamaan Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan      Pembangunan, CV. CIPRUY, Jakarta.
H. Khaeruddin. 1992, Pembangunan Masyarakat, Liberty, Yogyakarta.
Kartasasmita, Ginanjar. 1997, Pembangunan Untuk Rakyat : Memadukan Pembangunan dan pemerataan, PT. Pustaka CIDESINDO, Jakarta.
Korten, David. C. dan Sayahrir. 1988, Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Yayasan Obor, Jakarta.
Moebiyarto dan Sartono Kartodirjo. 1988,  Pembangunan Pedesaan di Indonesia, Liberty dan P3PK UGM, Yogyakarta.
Moebiyarto. 1993, Strategi Pembangunan Yang Berkeadilan, Yayasan Mulya Bangsa, Yogyakarta.
_________    1994, Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal, Aditya Media P3PK UGM, Yogyakarta.
Moestafadijaya, 1994, Analisis kebijakan dan perencanaan pembangunan : Kompleksitas dan sistamatisasi fungsi administrasi negara  dalam pengambilan keputusan, Pidato pengukuhan guru besar Universitas Hasanuddin Ujung Pandang.
Nazir, M. 1988, Metode Penelitian, Galia Indonesia, Jakarta.
Ndaraha, Taliziduhu. 1983, Partisipasi Masyarakat Desa  Dalam Pembangunan Di Beberapa Desa, Yayasan Karya Dharma, IIP, Jakarta.
Sumardi, 2001, Tesis, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa.
Supriatna, Tjahya. 1997, Birokrasi, Pemberdayaan Dan Pemgentasan Kemiskinan, Humaniora Utama Press, Bandung.
Soetrisno, Loekman.1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Canisius, Yogyakarta.
Soehendy, Joesoef. 1997, Tesis, Partisipasi Masyarakat Dalam Program Pengembangan Lahan Terkendali di Kawasan Pinggiran Kota (Studi Kasus : Desa Ciboga, Kab. Tangerang, Jabar.
Tjokroamidjodjo, Bintoro. 1980, Perencanaan Pembangunan, PT. Gunung Agung, Jakarta.
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 57 – 58
Drs. H.M Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2002),
Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama, 2005),
Dahlan, Alwi, 1980, Jaringan Komunikasi Sosial di Pedesaan sebagai Saluran Pemerataan Informasi. Jakarta.
Supriatna, Tjahya, 2000, Strategi Pembangunan Dan Kemiskinan, Rineka Cipta, Jakarta
Budiatna, Moh., 2001, Sosialisasi Harus dibarengi Pengawasan, Media Partisipatif No. 2 Th. II Edisi Februari 2001.
Kartasasmita, Ginanjar, 1996, Pemberdayaan Masyarakat: Sebuah Tinjauan Administrasi, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar FIA, Unibraw, Malang
Korten, David, 1984, Strategic Organization for People Centered Development, Public Administration Review Vol; 40 No. 5,
Khohirun, 2003, Tesis, Partisipasi masyarakat dalam pembangunan Desa, Studi kasus Program bantuan pelaksanaan Partisipatif di kecamatan Bulungbodo Kabupaten Sidoarjo.
Hadi Soekamto, 2003, Tesis, Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan (studi implementasi P2KP di Kelurahan Bandalan Kecamatan Sukun Kota Malang)
Durudono, 2004, Tesis, Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pendukung pembangunan Desa/Kelurahan (P3dK).
Erdjuna Rasdjan, 2009, Tesis, Implementasi program pengembangan Kecamatan 9PPK) dalam menunjang partisipasi masyarakat desa (studi kasus di desa Andeposandu Kecamatan Tongauna Kabupaten Konsel).
Nasution. 2003. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.
Salman, Darmawan. 2002. “Pendekatan Partisipatoris dalam Perencanaan Pembangunan Daerah”,  Makalah dalam “Diklat Kepemimpinan Bappeda pada Era Otonomi Daerah”. Pusdiklatpim-Depdagri: Jakarta.
Salman, Darmawan. 2005. Pembangunan Partisipatoris. Modul Konsentrasi Manajemen Perencanaan. Makassar: Program Studi Manajemen Pembangunan.
Tikson, Deddy T. 2000. Strategi Pembangunan Berwawasan Pemberdayaan Masyarakat Lokal. Makalah disampaikan pada Penel Diskusi Pembangunan Daerah Menyonsong Era Globalisasi dan Otonomi Daerah. Makassar: Universitas Hasnauddin.
Waspodo, Muktiono. 1997. Memberdayakan SKB dalam Keunggulan Kompetitif Program Diklusepora. Visi Nomor 04/TH.III Jakarta: Diktentis
Alwasilah. 2003. Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya
Rahadian, AH, Dr. IR, M.Si, Bahan Kuliah Kebijakan Publik, Jakarta, 2010
Dunn, William, Pengantar Analisi Kebijakan, Gajah Mada University Press, Yoyakarta.
Kartasasmita, Ginandjar. 1995. Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Mikkelsen, Britha. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan. Jakarta: Obor Indonesia.
Fauzi Syam , PSHK-ODA  2002, ‘Partisipasi publik terhadap kebijakan publik di Propinsi Jambi : Jakarta

Eko Prasodjo 2007, Paper, Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Yeremias Kaban 2007, Paper, Tanggapan Terhadap Topik Partisipasi Masyarakat.

Siti Djuhro 2007, Peper,  Partisipasi dan Tata Pemerintahan Daerah: Beberapa Pokok Pikiran untuk Revisi UU 32/2004. 32/2004.

Suhirman 2007, Input Paper: Partisipasi Warga dan Tata Pemerintahan Daerah.

Alfian, 1980, Kemiskinan Struktural: Suatu Bunga Rampai, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial dan HIPIS, Jakarta.

Baswir, Revrisond. 1999. Pembangunan Tanpa Perasaan, Evaluasi Penemuan Hal Ekonomi Sosial Budaya Orde Baru. IDEA dan Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Budiatna, Moh., 2001, Sosialisasi Harus dibarengi Pengawasan, Media Partisipatif No. 2 Th. II Edisi Februari 2001.

Dahlan, Alwi, 1980, Jaringan Komunikasi Sosial di Pedesaan sebagai Saluran Pemerataan Informasi. Jakarta.

Kartasasmita, Ginanjar, 1996, Pemberdayaan Masyarakat: Sebuah Tinjauan Administrasi, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar FIA, Unibraw, Malang

Korten, David, 1984, Strategic Organization for People Centered Development, Public Administration Review Vol; 40 No. 5,

Latief, M Syahbudin dan Suryatiningsih, 1994, Beberapa Kendala Pemberdayaan Masyarakat Miskin, dalam Mubyarto, dkk, 1994, Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal, Aditya Media, Yogyakarta

Miles, M.B dan Huberman, A.M., 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta

Salim, Emil, 1984, Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan, Inti Idayu Press, Jakarta

Soegijoko dan Kusbiantoro, 1997, Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia, Grasindo, Jakarta

Sumodiningrat, Gunawan, 1998, Membangun Perekonomian Rakyat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

—————–, 1999, Pemberdayaan Masyarakat Dan JPS, PT Gramedia, Jakarta

 Suparlan, Parsudi (Ed), 1993, Kemiskinan Di Perkotaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Supriatna, Tjahya, 2000, Strategi Pembangunan Dan Kemiskinan, Rineka Cipta, Jakarta








Tidak ada komentar:

Posting Komentar