Sabtu, 29 Januari 2011

Perancangan Proyek dan Implementasi Khusus Pada Proyek Pembangunan Kota Kendari (Studi Kasus Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah Kota Kendari)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Salah satu amanat pembangunan nasional adalah mengusahakan agar seluruh rakyat Indonesia menempati rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, melalui pembangunan perumahan dan permukiman untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan keluarga dan masyarakat serta menciptakan suasana kerukunan hidup keluarga. Selain itu juga untuk meningkatkan rasa kesetiakawanan sosial ditengah-tengah masyarakat dalam rangka membentuk lingkungan serta persemaian nilai budaya bangsa dan pembinaan watak anggota keluarga.
Hal di atas, dijabarkan pula dalam visi pembangunan perumahan dan permukiman yang tertuang dalam Kebijaksanaan dan Strategi. Nasional Pembangunan dan Permukiman (KSNPP) yaitu bahwa "Semua orang menghuni rumah layak dalam lingkungan permukiman yang sehat, aman, serasi, produktif dan berkelanjutan". Untuk mencapai visi ini, tidak dapat cepat dan berlangsung dengan sendirinya begitu saja, tetapi melalui suatu proses perencanaan dan pembangunan secara cermat (efektif dan efisien), terpadu dan bertahap.
Dalam perencanaan dan  pembangunan perumahan dan permukiman, diupayakan menggunakan pendekatan wilayah atau daerah, dengan memasukkan pertimbangan aspek manusia, ekonomi den lingkungan (TRIDAYA) sebagai salah satu variable utamanya, Pentingnya pendekatan wilayah atau daerah, dikarenakan adanya perbedaan karakteristik dan  permasalahan di setiap daerah yang menuntut penanganan yang berbeda.
Kondisi tersebut telah disadari oleh Pemerintah dengan membentuk lembaga yang mengkoordinasikan program dan  kegiatan perumahan dan permukiman pada setiap tingkatan daerah melalui KEPPRES 101/1999, yaitu Tim Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah (TP4D) untuk tingkat Provinsi dan  Badan Pengendali Pembangunan Perumahan dan  Permukiman Daerah (BP4D). Selain itu, melalui KEPMENPERA No. 8/1996, termuat pula perlunya Pemerintah Daerah menyusun suatu scenario penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman di daerah, yang diusulkan sebagai Rencana Pembangunan dan  Pengembangan Perumahan dan  Permukiman di Daerah (RP4D). Keputusan ini dimantapkan melalui KEPMENPERA No. 9/KPTS/M11999, tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan  Permukiman di Daerah.
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman merupakan kewenangan dari pemerintah daerah sebagai daerah otonom. Namun RP4D sebagai suatu produk perencanaan yang masih relatif baru di Indonesia, membutuhkan persamaan persepsi, mekanisme dan  muatan materi dalam penyusunannya antar Pemerintah Pusat dan Daerah, sehingga tujuan dan sasaran dari RP4D dapat tercapai. Oleh karena pentingnya perencanaan dan pembangunan perumahan dan permukiman di daerah, khususnya di Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, yakni Kota Kendari, maka Pemerintah Daerah  Kota Kendari dalam hal ini difasilitasi oleh Bappeda Kota Kendari bermaksud untuk menyusun RP4D dalam lingkup wilayah Kota Kendari.
Penyusunan RP4D membutuhkan beberapa data pokok seperti Rencana Tata Ruang Wilayah, serta kesiapan pemerintah Kota Kendari untuk menyiapkan Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun (Kasiba-Lisiba) yang tertuang dalam Perda Kota Kendari. RP4D Kota Kendari sebagai bagian dad perencanaan pembangunan daerah, dilaksanakan secara terencana dan terpadu sehingga dapat menjamin pembangunan yang berkelanjutan dan lingkungan yang sehat. Disamping itu, diharapkan akan menjadi blue print pembangunan perumahan dan permukiman yang disepakati dan menjadi acuan semua pihak.
Penyusunan RP4D dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, mengingat banyaknya aspek yang harus dicakup dan diakomodasikan. Adapun muatan dari masing-masing tahapan penyusunan RP4D yang disarankan deism Buku Pendoman Penyusunan RP4D, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari KEPMENPERA No. 9/KPTS/M/1999 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan perumahan dam Permukiman di Daerah, sebagai berikut :
1.      Sosialisasi awal dan pendataan. Kegiatan ini merupakan kegiatan terbesar dalam proses penyusunan RP4D dan sangat menentukan mutu dan kelengkapan substansinya. Muatan materi yang diharapkan, dikelompokkan ke dalam 2 (dua) bagian/bab yang mencakup 2 (dua) pokok bahasan utama yaitu :
1)      Visi dan misi daerah yang perlu diacu; tujuan dan sasaran pembangunan perumahan dan permukiman di daerah; kebijakan atau peraturan daerah yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman;
2)      Pendataan kondisi awal wilayah Provinsi / Kabupaten / Kota yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman; Inventarisasi dan pencatatan ulang terhadap seluruh produk rencana dan program pembangunan perumahan dan permukiman; Temuan pokok masalah pembangunan perumahan dan permukiman.
2.      Menyusun dan menyelesaikan seluruh proses serta menuangkannya dalam bentuk naskah akademik yang siap bahas dengan RP4D. Muatan materi yang diharapkan, dikelompokkan kedalam 4 (empat)
1)      Penetapan arah pembangunan perumahan dan permukiman; Proyeksi dan prediksi; penetapan konsepsi pembangunan dan pengembangan; target dan sasaran pembangunan.
2)      Rencana pengembangan kawasan permukiman baru; rencana peningkatan kualitas; penanganan permukiman perdesaan.
3)      Rencana pengembangan kelembagaan pembangunan perumahan dan permukiman; Rencana kelembagaan pembiayaan pembangunan perumahan dan permukiman; Pengembangan tata laksana pembangunan perumahan dan permukiman.
4)      Prosedural monitoring terhadap pelaksanaan RP4D; jangka waktu monitoring; rencana tindak lanjut; kajian ulang atau review terhadap RP4D.
3.      Sosialisasi untuk mendapatkan masukan perbaikan dan tanggapan atas laporan yang sudah ada. Kegiatan ini merupakan sosialisasi ulang kepada seluruh pelaku dan penyelenggara, guna mendapatkan proses pemberian kekuatan hukum.
Penyusunan dan mempersiapkan naskah akademis RP4D yang telah disusun pada tahap II, sebagai suatu produk hukum. Berdasarkan tahapan pekerjaan penyusunan RP4D diatas, maka buku ini merupakan bagian Tahap Pertama dari 3 (tiga) rangkaian tahapan pekerjaan di atas, dengan skenario sebagai berikut.
1.2.  Tujuan dan Sasaran Penyusunan RP4D
Penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) Kota Kendari bertujuan untuk :
1.      Tersusunnya data dan informasi pembangunan perumahan dan Permukiman di Kota Kendari.
2.      Menemukenali permasalahan penting saat ini maupun dimasa yang akan datang, baik yang memiliki skala prioritas, strategis maupun umum serta perlu diperhatikan didalam penyusunan RP4D Kota Kendari untuk kegiatan tahap kedua.
3.      Terumuskan tujuan dan sasaran RP4D Kota Kendari, yang diturunkan dari visi misi, serta bertolak dari permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka sasaran yang ingin dicapai dad Penyusunan RP4D Kota Kendari adalah tersusunnya data/informasi yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman, serta tersosialisasinya kegiatan penyusunan RP4D di wilayah administratif Kota Kendari.
Wilayah yang menjadi lokasi penyusunan RP4D adalah seluruh wilayah administrasi Kota Kendari, terdiri dari 10 (sepuluh) Kecamatan yang mencakup 64 Kelurahan.
Adapun ruang lingkup penyusunan RP4D di Kota Kendari adalah sebagai berikut :
·         Pendataan kondisi wilayah di Kota Kendari yang mencakup kondisi fisik, sosial-kependudukan, perumahan dan permukiman, serta kelembagaan.
·         Inventarisasi rencana dan program pembangunan yang terkait dengan perumahan dan permukiman di Kota Kendari;

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah akan sangat mendorong terciptanya suatu hasil perencanaan yang baik, karena masyarakat sebagai salah satu unsur dalam pembangunan tentunya dapat mengetahui sekaligus memahami apa yang ada diwilayahnya. Di samping itu, dengan melibatkan mereka dalam proses perencanaan pembangunan, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada masyarakatnya, sehingga mereka dapat merasa ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan yang jelas akan sangat menguntungkan bagi pelaksanaannya. Oleh karena itulah, para ahli administrasi pembangunan sangat meyakini pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, bahkan partisipasi masyarakat merupakan fenomena yang tak dapat diabaikan dan sangat bernilai bagi keberhasilan suatu pembangunan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam perencanaan pembangunan daerah ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian agar perencanaan pembangunan dapat menghasilkan rencana pembangunan yang baik serta dapat diimplementasikan di lapangan. Adapun aspek-aspek antara lain :


1.      Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan perlu diperhatikan secara serius oleh setiap perencanaan pembangunan, hal ini penting karena lingkungan memiliki dampak yang sangat besar terhadap berhasil-tidaknya program pembangunan. Pembangunan yang kurang memperhatikan masalah lingkungan akan memiliki nilai relevansi yang rendah terhadap perubahan, terutama yang terkait dengan masalah-masalah kemasyarakatan sebagai ornament penting dalam proses pembangunan.  
2.      Aspek Potensi dan Masalah
Potensi dan masalah merupakan dua hal yang sangat penting dan perlu diketahui oleh setiap perencanaan pembangunan daerah. Potensi dan masalah merupakan fakta yang ada di lapangan dan sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan. Bahkan hal tersebut dapat menjadi suatu pijakan awal dalam proses penyusunan perencanaan yang dapat menjadi dasar analisis berikutnya.
3.      Aspek institusi Perencanaan
Institusi perencanaan adalah organisasi pemerintah yang bertanggung jawab melakukan perencanaan pembangunan daerah. Karena pembangunan pada dasarnya merupakan tugas pemerintah dalam rangka memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada masyarakat, maka hal itu perlu dilaksanakan mulai dari perencanaan hingga evaluasinya.
4.      Aspek Ruang dan Waktu
Sebagaimana telah dikemukakan dalam bahasan terdahulu, perencanaan pembangunan daerah merupakan salah satu tahapan dalam proses pembangunan daerah. Sebagai suatu tahapan tentunya ia akan terikat oleh suatu dimensi yang disebut dengan dimensi ruang dan waktu. Ini berarti bahwa perencanaan pembangunan daerah sebagai suatu tahapan dalam proses pembangunan memiliki keterkaitan dengan tahapan-tahapan berikutnya bahkan dapat menjadi landasan awal bagi pelaksanaan tahapan berikutnya.
5.      Aspek Legalisasi Kebijakan
Dalam perencanaan pembangunan daerah, masalah legalisasi kebijaksanaan memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan aspek-aspek lainnya. Aspek ini menjadi penting ketika hasil perencanaan pembangunan daerah dipandang sebagai suatu keputusan dari suatu kebijakan yang harus dilaksanakan. Pelanggaran terhadap hasil perencanaan dapat dipandang sebagai tindakan penyelewengan yang dapat menyebabkan implikasi hukum terhadap pelanggarnya.
Namun secara umum, dapat dikemukakan secara faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu program perencanaan pembangunan daerah dengan merajuk pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembangunan yang antara lain meliputi :
1.      Faktor lingkungan
Pertama adalah faktor lingkungan, baik eksternal maupun internal, yang dapat mencakup bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Sebagaimana telah dikemukakan, lingkungan memiliki pengaruh yang kuat terhadap berhasil-tidaknya program perencanaan pembangunan daerah. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal).
a.      Sosial
Hampir setiap negara berkembang, perencanaan pembangunan daerah selalu diarahkan pada upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kondisi yang ideal, masyarakat menjadi tujuan/objek dari sebuah perencanaan sekaligus juga menjadi actor/subjek perencanaan.
b.      Budaya
Masalah budaya (Culture) yang turut mewarnai kebiasaan hidup masyarakat yang ada dalam suatu daerah tertentu juga mempunyai andil yang cukup besar terhadap perencanaan pembangunan daerah. Bila ingin mencapai sasaran yang diharapkan, perencanaan pembangunan daerah harus mempertimbangkan faktor budaya/kultur yang berlaku didalam masyarakat setempat.
c.       Ekonomi
Faktor ekonomi memiliki hubungan yang erat dengan masalah pembangunan disamping faktor-faktor lainnya. Stabilitas ekonomi menjadi target utama yang harus diwujudkan melalui proses pembangunan, karena dengan adanya stabilitas ekonomi yang dinamis, proses pembangunan akan berhasil dengan baik, walaupun hal itu tidak dapat dilepaskan dari adanya stabilitas di bidang lainnya.
d.      Politik
Faktor politik merupakan faktor lain yang dipandang dapat mempengaruhi jalannya proses pembangunan. Keterkaitan tersebut oleh para ahli politik dan pembangunan terutama dapat dilihat dari adanya ideologi yang dianut oleh suatu negara. Ideologi sebagai falsafah negara dipandang sebagai unsur yang memberikan pengaruh kuat terhadap pola, sistem dan kultur yang diterapkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan suatu negara.
Pemikiran yang dikemukakan oleh Siagian di atas didasarkan pada tujuh aspek proses pembangunan nasional yang masing-masing aspek menjadi suatu independent phase dari proses secara keseluruhan. Ke tujuh aspek tersebut meliputi :
1)      Adanya kebutuhan yang dirasakan (felt needs) untuk membangun.
2)      Keputusan-keputusan politik (political decisions) sebagai landasan dari pemuasan kebutuhan yang dirasakan.
3)      Dasar hukum (legal bases) untuk tindakan-tindakan yang akan diambil.
4)      Perumusan rencana pembangunan nasional (formulation of development plan).
5)      Perincian program kerja (detailed work programs).
6)      Implementasi (implementation of result obtained) (1983:111).
3.      Pendekatan Perencanaan Pembangunan Yang Berorientasi pada Tujuan
Sebagai reaksi terhadap filosofi pembangunan modernisasi ini pra ahli perencanaan pembangunan daerah mengembangkan suatu konsep pendekatan pembangunan yang disebut dengan pendekatan perencanaan pembangunan yang berorientasi pada tujuan. Pendekatan ini merupakan pembagian dari konsep-konsep sebelumnya dalam suatu proses dialektika dimana yang satu dapat menjadi antitesis dari konsep yang lain. Konsep yang ditawarkan adalah pembangunan endogen dengan potensi dominan yang dimiliki oleh daerah sebagai stimulus pembangunan utamanya.   
        
2.1    Kebijakan Pembangunan Daerah
Penerapan undang-undang otonomi daerah secara obyektif harus diakui telah membawa angin segar bagi pembangunan masing-masing daerah kota di tanah air. Penerapan otonomi daerah tersebut merupakan payung hukum bagi masing-masing daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kemampuan sumber daya yang dimiliki.
Berdasarkan Rencana Strategis Daerah Kota Kendari pada tahun 2003 sampai 2007, pemerintah daerah telah mencanangkan visi pembangunan Kota Kendari, yakni : “ Terwujudnya Kota Kendari Tahun 2020 Sebagai Kota Dalam Taman Yang Bertaqwa, Maju, Demokratis, dan Sejahtera”, maka studi ini akan dilakukan sesuai dengan kebijakan pembangunan daerah.
Untuk mencapai tujuan sebagaimana visi tersebut di atas, sebagai kebijakan pemerintah daerah Kota Kendari berupa strategi dan terobosan telah dan akan dilakukan, baik disektor rill yang meliputi bidang pembangunan ekonomi maupun di sektor publik menyangkut pendidikan dan kebudayaan.
Salah satu indikator kebijakan pembangunan yang diharapkan dapat diperoleh dari visi tersebut sesuai dengan Prioritas daerah Kota Kendari Tahun 2003-2007 yaitu : (1) Meningkatkan Kelestarian dan keserasian lingkungan, (2) Meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana dasar perkotaan, (3) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, (4) Memantapkan pendidikan nasional, (5) Mewujudkan stabilitas keamanan dan ketertiban, (6) Mempercepat pemulihan ekonomi daerah, penanganan kemiskinan dan pengangguran serta (7) Peningkatan kapasitas kelembagaan dan aparatur daerah.
Sebagaimana telah dikemukakan, dalam melakukan penelitian dan penyusunan data base percepatan dan pemerataan pembangunan di kota Kendari tersebut, tim mengacu pada arah kebijakan pembangunan daerah yaitu percepatan dan pemerataan pembangunan. Untuk pemerataan pembangunan pada dasarnya akan mengarah pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi lokal dan infrastruktur yang menunjang pembangunan untuk masing-masing wilayah, utamanya untuk masyarakat yang berada pada permukiman kumuh.
2.2    Pendekatan Pembangunan
Kemiskinan sangat dipengaruhi oleh faktor keterbatasan kesempatan masyarakat dalam mengakses sumber daya pembangunan. Jumlah penduduk miskin di kota Kendari semakin meningkat sesuai data BPS tahun 2006 jumlah penduduk miskin sebanyak 20.659 RTM atau 61.056 jiwa (33,84%). Kemampuan swadaya masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan permukiman yang layak dan terjangkau semakin terbatas sehingga ada indikasi kesenjangan pelayanan prasarana wilayah.
Mengingat semakin kompleksnya permasalahan pengelolaan kawasan perkotaan, maka dibutuhkan paradigma baru dengan memanfaatkan secara optimal instrumen penataan ruang karena di dalamnya telah terkandung prinsip-prinsip good  government.  Melalui instrumen penataan ruang tersebut, maka tersedia acuan atau common platform bagi para  pelaku pembangunan untuk mengoperasionalkan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan perkotaan secara terpadu dan sinergis menuju terwujudnya visi pembangunan kota dan fungsi kota yang diharapkan sehingga mendorong pendayagunaan prasarana dan sarana wilayah untuk mendorong produktifitas kawasan demi peningkatan kualitas permukiman kumuh masyarakat di kawasan perkotaan, kawasan pesisir dan daerah nelayan serta kawasan squatters.
2.3    Strategi Pembangunan Daerah
Rencana tata ruang pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development sustainability). Di dalam rencana tata ruang kawasan perkotaan diatur alokasi pemanfaatan ruang untuk berbagai penggunaan (perumahan, perkantoran, perdagangan, ruang terbuka hijau, industri, sempadan, sungai, dan sebagainya) berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, keseimbangan, keserasian, keterbukaan (transparansi) dan efisiensi, agar tercipta kualitas permukiman yang layak huni (livable environment).
Kawasan perkotaan sendiri dapat diartikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Pengelolaan kawasan perkotaan (urban management) adalah rangkaian kegiatan yang menyeluruh yang terdiri atas perencanaan, pengaturan, pengorganisasian, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pengendalian efisiensi dan berkelanjutan. Adapun asset yang tercakup dalam pengelolaan kawasan perkotaan adalah keuangan (pembiayaan pembangunan), penduduk (sumber daya manusia), sosial (termasuk institusi publik), lahan, lingkungan, serta asset fisik (seperti bangunan termasuk rumah, prasarana, dan sarana perkotaan).
Visi dari upaya pengelolaan kawasan perkotaan pada gilirannya adalah terwujudnya kawasan perkotaan yang layak huni (livable), berkeadilan sosial, sejahtera, berkembang secara berkelanjutan sesuai dengan potensi serta saling memperkuat dalam mewujudkan pengembangan wilayah yang serasi dan seimbang, yang dilaksanakan oleh para petaruh (stakeholders) secara bersama-sama.
Khusus untuk perumahan dan permukiman sebagai sektor dominan yang memanfaatkan ruang pada kawasan perkotaan, maka dapat diidentifikasi beberapa isu yang penting sebagai berikut :
§  Pemanfaatan lahan perumahan dan pemukiman belum sepenuhnya mengacu pada RTRW, serta masih berorientasi pada pengembangan yang sifatnya horizontal seperti pada kasus kota metropolitan dan kota besar sehingga cenderung menciptakan urban sprawling dan inefisiensi pelayanan prasarana.
§  Pola pemanfaatan lahan perumahan dan permukiman belum memberikan rasa keadilan kepada penduduk berpenghasilan rendah, sehingga selalu tersingkir ke luar kota dan jauh dari tempat kerja. Sementara tuntutan pemberdayaan dan keberpihakan pada masyarakat semakin besar.
§  Pemanfaatan ruang untuk perumahan dan permukiman belum serasi dengan pengembangan kawasan fungsional lainnya (seperti kawasan kritis, nelayan, rawan, terbelakang, dan sebagainya) atau dengan program-program sektor/fasilitas pendukung lainnya.
Penerapan prinsip-prinsip good urban governance seperti keberlanjutan keadilan, efisiensi, transparansi, akuntabilitas dan pelibatan masyarakat secara luas dan konsisten, yang keseluruhannya juga merupakan prinsip-prinsip dasar dalam penataan ruang. Oleh karenanya, penyelenggaraan pengelolaan pembangunan kawasan perkotaan seyogyanya senantiasa mengacu kepada rencana dan tata ruang agar tujuan yang diharapkan, yakni peningkatan pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat dapat terpenuhi. Dalam konteks ini, otonomi daerah merupakan momentum yang tepat bagi para pengelola kota dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance untuk peningkatan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
2.4    Kondisi Wilayah Permukiman Kumuh
Permukiman kumuh identik dengan kemiskinan masyarakat yang ditandai dengan rendahnya produktivitas, keterbatasan pendapatan, terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana. Dimana kemampuan swadaya masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan pemukiman yang layak dan terjangkau semakin sangat terbatas sehingga ada indikasi dan kesenjangan pelayanan prasarana wilayah.
Dalam penyusunan data base percepatan dan pemerataan pembangunan di Kota Kendari kali ini, tim akan berorientasi pada data sekunder yang menyangkut permukiman kumuh yang tersebar pada beberapa kelurahan yang ada di kota Kendari, yakni pada : (1) karakteristik rumah tangga miskin, (2) karakteristik tempat tinggal rumah tangga miskin, (3) tingkat pendidikan kepala rumah tangga miskin, (4) lapangan pekerjaan kepala rumah tangga miskin, (5) kondisi sarana dan prasarana pada permukiman kumuh. Sebelum membahas tentang gambaran mengenai data yang menjadi sasaran kajian ini, terlebih dahulu perlu dikemukakan data orbitrasi wilayah. Untuk jelasnya dapat dikemukakan sebagai berikut :
2.4.1        Karakteristik Rumah Tangga Miskin, Tempat Tinggal dan Tingkat Pendidikan
Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh di bawah standar kelayakan, dan mata pencaharian yang tidak menentu.
Kriteria yang termasuk rumah tangga miskin sebagaimana yang ditetapkan oleh BPS adalah sebagai berikut :
a.      Luas lantai tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang
b.      Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
c.       Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa plaster.
d.      Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumah tangga lain.
e.      Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
f.        Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
g.      Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah
h.      Hanya mampu mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
i.        Hanya mampu membeli satu stel pakaian baru dalam seminggu.
j.        Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali sehari
k.       Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik 
l.        Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 per bulan.
m.    Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD
n.      Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp.500.000 seperti : sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.
Karakteristik kemiskinan seperti tersebut di atas dan krisis ekonomi yang terjadi telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam mengatasi permasalahan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah pemerataan pembangunan dan pengokohan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun organisasi masyarakat warga yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman.
2.4.2        Lapangan Pekerjaan Rumah Tangga Miskin
Mengingat rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh sebagian besar rumah tangga miskin sehingga mereka tidak memiliki akses terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian yang layak serta berkesinambungan. Dengan tingkat pendidikan yang rendah tersebut rumah tangga miskin yang ada di Kota Kendari sebagian tidak dapat memperoleh pekerjaan tetap dan paling hanya mampu untuk bekerja sebagai buruh pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri, perdagangan, angkutan dan jasa lainnya dengan keterbatasan pendapatan, modal dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar.
2.4.3        Kondisi Sarana dan Prasarana pada Permukiman Kumuh
Sarana fisik, misalnya akses terhadap prasarana dasar seperti jalan, air bersih, listrik dan lain sebagainya sangat terbatas. Disamping itu ditandai dengan kondisi jalan (jalan aspal, kerikil, setapak dan perintisan) yang rusak berat, rusak sedang dan bahkan masih banyak jalan tanah, sanitasi yang kurang memadai, penerangan jalan dan lingkungan yang minim. Begitu juga dengan sarana perdagangan masyarakat (pasar), daya tampungnya kian terbatas sehingga perlu penanganan yang serius tanpa merugikan pedagang kecil.
Dengan demikian, dalam penyusunan data base tersebut akan diidentifikasi seluruh permasalahan yang ada sehingga kebijakan pembangunan harus fokus untuk penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk pemerataan pembangunan di Kota Kendari.
2.5    Pendekatan
Penyusunan RP4D ini, mengacu pada beberapa peristilahan dan  pengertian sebagaimana dimaksudkan dalam UU No. 4/1082 tentang Perumahan dan Permukiman, dan  UU 24/1992, tentang Penataan Ruang, UU No. 22/99 tentang Pemerintahan Daerah, dan  UU No. ,25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah beserta segenap peraturan pelaksanaannya yang masih berlaku. Beberapa peristilahan yang sering dipergunakan, perlu didefinisikan dalam, agar tidak menimbulkan kerancuan dalam penafsirannya, antara lain :
·         Dipergunakannya Perumahan dan Permukiman dalam satu kesatuan pengertian yang tidak terpisahkan. Artinya perumahan dan permukiman merupakan satu kesatuan pengertian yang memberikan gambaran suatu ruang kegiatan berkehidupan dan penghidupan, dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal/bermukim;
·         Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga
·         Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
·         Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalarn berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.
·         Perumahan layak dalam lingkungan sehat, aman, lestari dan berkelanjutan diartikan sebagaimana suatu kondisi perumahan dan permukiman yang memenuhi standard minimal dari segi kesehatan, sosial, budaya, ekonomi dan kualitas teknis, yang dikelola secara benar terus menerus, memperhatikan sumberdaya alam yang ada, memperhatikan pola tata air dan usaha konservasi sumberdaya alam, pengelolaan dan pemanfaatannya. Secara tersurat terdapat 3 (tiga) kategori layak, yaitu :
  1. Layak huni yang berkaitan dengan pencapaian persyaratan fisik, kesehatan dan kesulitan, sebagai kelompok manusia berbudaya.
  2. Layak usaha yang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang kondusif bagi berlangsungnya kehidupan sosial ekonomi.
  3. Layak berkembang yang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang mendukung terjadinya Peningkatan kesejahteraan masyarakat (prospektif dan produktivitas)
TRIDAYA, suatu prinsip/pendekatan pembangunan yang dikembangkan dan sejak awal telah mendasari keseluruhan upaya penanganan perumahan dan permukiman. Didalamnya menyangkut 3 langkah pemberdayaan yang harus dilaksanakan sebagai satu kesatuan upaya agar pembangunan perumahan dan permukiman dapat berhasil dan berdaya guna yaitu :
a.      Pemberdayaan sosial atau bina manusia, yang pada dasarnya merupakan suatu proses yang diupayakan untuk mendorong terjadinya peningkatan kapasitas dan kapasitas sumberdaya manusia, sehingga mereka mampu menolong dirinya memenuhi kebutuhannya akan rumah layak dalam lingkungan sehat dan lestari, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemberdayaan Sosial Kemasyarakatan.
b.      Pemberdayaan Lingkungan adalah suatu upaya mendorong terbentuknya lingkungan perumahan dan permukiman yang dapat mendukung berlangsung dan berkembangnya kegiatan usaha produktif. Untuk selanjutnya disebut sebagai Pendayagunaan prasarana dan sarana lingkungan.
c.       Pemberdayaan Usaha, adalah upaya yang dapat mendorong terjadinya proses berkembangnya usaha produktif dalam kawasan perumahan dan permukiman yang dititik beratkan pada sektor insitu. Untuk selanjutnya disebut sebagai Pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi lokal.
·         Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan On ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan. makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
·         Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, balk yang direncanakan maupun tidak.
·         Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
·         Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Rencana tata ruang berupa kebijaksanaan pemanfaatan ruang secara terpadu untuk berbagai kegiatan.
·         Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional.
·         Rencana Tata Ruang Wilayah (termasuk penatagunaan tanah penataan air, penataan udara, penataan sumber daya alam lainnya serta penataan bangunan) haruslah dapat secara jelas menetapkan fungsi dan pemanfaatannya, sehingga :
  1. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
  2. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
  3. Kawasan Perdesaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
  4. Kawasan Perkotaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dart kegiatan ekonomi.
  5. Kawasan Permukiman, yaitu sebidang tanah yang diperuntukkan bagi pengembangan permukiman, didominasi tempat hunian., dilengkapi dengan prasarana dan• sarana, daerah dan tempat kerja yang memberikan layanan dan kesempatan kerja yang mendukung penghidupan, perikehidupan sehingga fungsi kawasan dapat berdaya dan berhasil guna.
·         Kawasan Siap Bangun (KASIBA) adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Kabupaten atau Kota dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan.
·         Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri (LISIBA BS) adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dad kawasan siap bangun (KASIBA) ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kavling tanah matang.
·         Kavling Tanah Matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan.
·         Jaringan Primer Prasarana Lingkungan, yaitu jaringan dasar yang memenuhi kebutuhan dasar suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang mencakup 3 (tiga) kepentingan :
  1. Menghubungkan antara kawasan permukiman atau antara kawasan permukiman dengan kawasan fungsional lainnya.
  2. Melayani lingkungan tertentu (permukiman saja, pusat, kota saja, pusat oleh raga, perdagangan, dll).
  3. Mendukung keperluan seluruh lingkungan di kawasan permukiman, yang mencakup prasarana transportasi penyehatan lingkungan, komunikasi dan  listrik.
·         Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum.
·         Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.
·         Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah adalah kelompok masyarakat yang dari penghasilannya tidak dapat mencakupi kebutuhannya yang paling primer. Termasuk dalam kelompok ini adalah kelompok masyarakat miskin, yang terbagi atas 2 (dua) kategori :
  1. Golongan fakir, yang tidak mempunyai penghasilan tetap dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
  2. Golongan miskin produktif, yang mempunyai penghasilan tetap tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
·         Hak Atas Ruang adalah hak-hak yang diberikan atas pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara.
·         Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah,
Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan RP4D, sejalan dengan pendekatan yang tertuang dalam kebijaksanaan dan strategi Nasional Pembangunan dan Pemukiman (KSNPP)
1.      Tridaya
Bertujuan untuk memberdayakan komponen masyarakat, usaha/ekonomi, dan prasarana serta sarana lingkungan huniannya, secara terpadu dalam satu kesatuan komponen yang tidak terpisahkan.
1)      Pemberdayaan sosial kemasyarakatan
·         Meningkatkan kualitas warga masyarakat di daerah kumuh perkotaan, daerah pantai/nelayan, dan daerah tertinggal, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.
·         Meningkatkan kualitas sistem sosial masyarakat, seperti pembinaan kebersamaan, kesetiakawanan sosial, kelembagaan, keswadayaan masyarakat, dan peningkatan peran masyarakat dalam proses pembangunan lingkungannya.
2)      Pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi lokal atau insitu
·         Meningkatkan kesempatan kerja dan kegiatan usaha masyarakat, baik yang bersifat tradisional maupun pengembangan usaha baru dalam rangka peningkatan pendapatan warga masyarakat melalui pengembangan kelompok-kelompok swadaya masyarakat (KSM),
3)      Pendayagunaan prasarana dan sarana lingkungan
·         Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, dengan perumahan yang layak, memiliki kelengkapan prasarana jalan, drainase, utilitas, fasilitas sosial, ekonomi, dan fasilitas umum yang memadai, serta penyelenggaraannya dengan memberdayakan masyarakat.
2.      Berkelanjutan
Pembangunan perumahan dan permukiman sebagai proses yang berkelanjutan, dengan mempertimbangkan pada daya dukung sumber days ruang, lingkungan, alam, kelembagaan, finansial dan  sumberdaya pendukung lainnya. Dengan demikian akan tercapai suatu pembangunan yang berwawasan lingkungan, ekonomi dan  sosial budaya masyarakat setempat.


3.      Multisektoral dan Terdesentralisasi
Menyadari bahwa Pembangunan perumahan dan permukiman hares dilakukan secara multisektoral, dan  penyediaan perumahan merupakan masalah lokal dan  kebutuhan individual yang membutuhkan penanganan secara desentralisasi.
4.      Berwawasan Kesehatan
Memandang pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman, bukan semata-mata hanya pembangunan dan pengembangan faktor fisik saja, tetapi juga pada sektor nirfisik.
5.      Pengembangan Sistem Insentif
Mengembangkan sistem insentif yang diharapkan mampu mendorong peran aktif dad berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman. Pengembangan sistem insentif ini, merupakan bagian yang tak terpisahkan dad upaya penyiapan dan  pemberdayaan masyarakat.
2.6    Landasan Penyusunan RP4D Kota Kendari
Adapun landasan penyusunan RP4D Kota Kendari dapat dibagi atas 2 (dua) bagian, yakni :

a.      Landasan Hukum
·         UU No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman,
·         UU N. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang serta peraturan turunannya,
·         UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta Peraturan turunannya,
·         UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
·         UU No. 35 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
·         PP No. 80 Tahun 1999 Tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri, Kepmen PU No. 20/KPTS/1986 Tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun,
·         PerMen PU No. 54/PRT/1991 Tentang Pedoman Teknik Pembangunan Rumah Sangat Sederhana, dan
·         PerMen PU No. 60/PRT/1992 Tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah
b.      Landasan Operasional
·         KSNPP (Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Perumahan dan Permukiman),
·         RPJM Nasional,
·         Visi dan Misi Perumahan dan Permukiman,
·         Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kota Kendari,
·         RTRW Kota Kendari,
·         Masalah pokok pembangunan perumahan dan permukiman, dan
·         Aspirasi masyarakat dan dunia usaha/wiraswasta



BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3. 1. Perumahan dan Permukiman Di Kota Kendari
Sebagai pusat aglomerasi keruangan, Kota Kendari tidak akan terlepas dari hadirnya para pendatang, sehingga yang dimaksud penduduk Kota Kendari selain penduduk tercatat secara administratif juga ditambah dengan kaum migrant tetap, sirkuler (boro) maupun commuter (penglaju) dari daerah sekitar Kota Kendari. Namun, fakta menunjukkan bahwa Kota Kendari tidak cukup mampu untuk menampung kebutuhan bertempat tinggal secara layak bagi penduduknya karena terbatasnya lahan. Dengan demikian gambaran pola permukiman di Kota Kendari pada umumnya adalah membentuk permukiman atau perkampungan kota dengan Ciri sebagai berikut:
·         Permukiman Kampung Kota
·         Permukiman Bantaran Sungai, dan
·         Permukiman Pinggir Kota
3. 2. Kondisi Eksisting Perumahan dan Permukiman di Kota Kendari
Pola tempat tinggal atau perumahan di permukiman kampung kota pada umumnya mempunyai ciri yang kurang teratur, prasarana dan sarana kurang memenuhi syarat, penduduknya membaur antara penduduk lama dan kaum pendatang (migrant gelap), tingkat ekonomi memiliki spectrum dari yang miskin sampai menengah. Disamping itu, permukiman di kampung kota ini mempunyai tingkat kepadatan yang cukup tinggi, dan  hanya sekitar 20% yang mampu dan  punya minat untuk pindah sedangkan sisanya karena kemampuan ekonomi yang kurang dan  mata pencaharian yang tergantung pada kegiatan di pusat kota sehingga mempunyai kecenderungan untuk tetap bertempat tinggal dekat dengan tempat kerjanya.
Terbatasnya ruang/lahan yang cocok bagi perumahan dan permukiman mengakibatkan sebagian masyarakat Kota Kendari ada yang membuka lahan pada kawasan-kawasan tepi hutan raya di, punggung­-punggung gunung serta bantaran-bantaran sungai. Dari tingkat ekonomi, penduduk di permukiman bantaran sungai dan  punggung gunung serta hutan mempunyai spektrum dari yang miskin sampai menengah. Namun sebagian besar adalah keluarga miskin dengan mata pencaharian dalam bidang sektor informal, seperti buruh, tukang becak, peclagang, dan  pegawai pusat pertokoan. Kawasan ini banyak terdapat di Kecamatan Kendari Barat, Kendari, dan  Mandonga, serta beberapa di Kecamatan Poasia dan  Abeli.
Perumahan pada permukiman ini tidak hanya dipergunakan sebagai tempat tinggal, tetapi juga dipergunakan sebagai sumber produksi dalam wujud membuka lahan pada kawasan-kawasan hutan yang kritis dan sering menimbulkan permasalahan pada saat musim hujan tiba karena angkutan sedimen berupa Lumpur dan sampah selain mendangkalkan perairan di Teluk Kendari, juga menimbulkan banjir pada perumahan dan permukiman masyarakat di bagian bawah.
Kawasan permukiman masyarakat miskin di beberapa Kelurahan dapat diidentifikasi dad kondisi rumah mereka, di mana sebagian masyarakat masih ada yang menggunakan lantai dan dinding dari bahan tanah/bambu/kayu berkualitas rendah.
Mayoritas RTM di Kota Kendari mendiami rumah dengan luas lantai kurang dari 8 m2 perorang, mencapai 54,13%. Kondisi tersebut hampir terlihat pada semua kecamatan, kecuali pada Kecamatan Abeli (47,59%) dan Kecamatan Kendari (49,19%).
Berdasarkan jenis lantai terluas, persentase RTM yang menggunakan lantai tanah/bambu/kayu berkualitas rendah angkanya mencapai 43,19%. Di Kecamatan Abeli dan Baruga persentasenya lebih besar lagi, lebih dari 50% RTM menggunakan lantai tanah/bambu/kayu berkualitas rendah.
Dari jenis dinding rumah yang digunakan, persentase RTM yang menggunakan dinding bamboo/rumbia/kayu berkualitas rendah relative lebih banyak dibandingkan yang mempunyai dinding dad tembo kayu berkualitas tinggi. Di setiap kecamatan, persentase RTM yang menggunakan dinding bamboo/rumbia/kayu berkualitas rendah relative banyak, lebih dad 70% bahkan di wilayah Kecamatan Baruga mencapai 87,96%.
3.3. Perkembangan Perumahan dan Permukiman
Akhir-akhir ini wilayah permukiman penduduk mulai bergeser ke arah pinggiran kota dengan menggusur lahan pertanian. Pada kaum "pinggiran kota" ini dimungkinkan adanya pembangunan Perumahan baru. Seiring dengan perkembangan Kota Kendari, maka banyak tumbuh pusat-­pusat perekonomian baru berbentuk "Ruko" (rumah toko) pada lahan yang asal mulanya berupa kawasan permukiman penduduk, sehingga masyarakat terdesak untuk mencari lokasi permukiman baru sebagai lokasi tempat tinggalnya.
Arah perumahan dan permukiman yang tadinya berada di pusat kota kini sudah mulai dialihkan ke pinggiran kota. Beberapa lokasi permukiman terdapat di Kecamatan Poasia (sekitar kampus Unhalu dan sekitar Kantor Gubernur) dan di Kecamatan Baruga untuk persiapan lokasi perumahan PNS. Kesemua lokasi permukiman tersebut disediakan oleh pihak swasta bekerjasama dengan pihak perbankan.
3.4. Pengadaan Perumahan Publik
Saat ini Pemerintah Kota Kendari sedang merencanakan untuk membangun lahan permukiman di Kecamatan Baruga bekerjasama dengan pihak pengembang. Lokasi permukiman ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.
3.4.1 Perumahan Oleh dan Untuk Kelompok Miskin
Dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat miskin, Pemerintah Kota Kendari telah memberikan bantuan hibah bagi setiap Kepala Keluarga untuk memperbaiki kondisi rumah Keluarga Miskin.
Saat ini Pemerintah Kota Kendari sedang menyiapkan lahan dalam rangka penyediaan perumahan yang layak huni melalui program pembangunan sejuta rumah yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat, dan diperuntukkan bagi pegawai dan  masyarakat umum lainnya. Disamping itu Pemerintah Kota (PEMKOT) Kendari melalui Baden Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) telah melaksanakan sebuah program "Mowangu Laika" sebagai program percontohan pada 3 (tiga) wilayah kelurahan dengan memberikan bantuan rehabilitasi rurnah kumuh. Program ini kemudian dikembangkan oleh beberapa instansi teknis seperti Dinas Tenaga Karla Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos), dengan program yang hampir sama, salah satunya adalah pembangunan 3 (tiga) unit rumah transmigrasi nelayan lokal di Kelurahan Petoaha. Kecamatan Abeli.


3.4.2. Lembaga dan  Masalah Pendanaan Perumahan dan Permukiman
Sejauh ini, pada umumnya lembaga yang mampu dan bersedia untuk menyediakan pendanaan pengadaan perumahan adalah lembaga perbankan. Banyak bank, baik perbankan pemerintah maupun swasta yang menyediakan kredit pemilikan rumah dengan suku bunga tertentu.
Berbagai stakeholder menyatakan bahwa untuk memperoleh kredit pemilikan rumah, kesulitan utama yang dirasakan oleh masyarakat miskin, selain prosedur yang rumit juga adanya persyaratan untuk menyediakan uang muka minimal sebesar 30% dari harga rumah. Hal ini menyebabkan terbatasnya akses masyarakat miskin untuk memperoleh pelayanan kredit pemilikan rumah.
3.4.3. Infrastruktur dan Pelayanan Jasa
a.      Air Bersih
Kebutuhan air bersih masyarakat Kota Kendari tahun 2000, dari sistem perpipaan (pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum Kota Kendari) sebesar 48% dari jumlah penduduk atau sebanyak 239.752 jiwa, dan sistem non perpipaan (sumur dangkal dan sumur dalam) sebesar 52% dari jumlah penduduk atau sebanyak 257.947.
Sumber air baku yang digunakan untuk air bersih sistem perpipaan meliputi mats air sebanyak 1 (satu) buah, yaitu gunung jati, air sungai sebanyak 2 (dua) buah, yaitu Sungai Pohara dan Sungai Anggoeya, sumur dalam sebanyak 1 buah. Sebagian besar lokasi cumber air baku ini berada di Kabupaten Konawe dengan kapasitas produksi sebesar 200 liter/detik.
Kualitas air non perpipaan (sumur dangkal) tidak memenuhi persyaratan sebagai air minum, kandungan bakteri coli mencapai 240 MPN/100 ml, meskipun secara phisik dan kimia memenuhi persyaratan. Sesuai dengan kondisi ini maka, pada umumnya, penggunaan air non perpipaan terbatas untuk kepentingan mandi dan cuci. Salah satu upaya yang ditempuh untuk memenuhi kebutuhan air bersih sistem perpipaan, Pemerintah Kota Kendari menyediakan fasilitas “Kran Umum” yang dap-at diakses oleh masyarakat yang membutuhkan.
Kendala peningkatan pelayanan air bersih di Kota Kendari masih cukup signifikan, di antaranya adalah:
·         Tingkat pelayanan air bersih sistem perpipaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) masih rendah.
·         Tingkat kehilangan air (kebocoran) masih cukup tinggi, yaitu sebesar 33%
·         Meskipun sistem dilengkapi dengan instalasi pengolahan air bersih, namun kualitas air yang disuplay ke pelanggan sering berwarna keruh.
·         Tekanan air di pelanggan belum merata
Secara keseluruhan RTM yang menggunakan sumber air minum dari air bersih, persentasenya baru sekitar 42,11. Sedangkan di Kecamatan Abeli dan Kendari Barat persentase RTM dengan fasilitas yang sama angkanya sudah lebih dari 50%, bahkan di Kecamatan Kendari Barat 65,66% RTM telah menggunakan air bersih sebagai sumber air minum mereka
b.      Sanitasi
Penanganan limbah domestik di Kota Kendari dilakukan dengan cara sistem komunal dan setempat. 60% masyarakat dilayani lewat fasilitas sanitasi setempat. Selebihnya, kurang lebih sebanyak 15% masyarakat Kota Kendari menggunakan Mandi Cuci Kakus (MCK) atau langsung dibuang ke sungai/laut, Sedangkan pelayanan yang lainnya menggunakan sistem setempat yaitu menggunakan septic tank dan sumur peresapan untuk pembuangan limbah dad tiap persil rumah tangga dan sedikit sekali yang menggunakan sistem komunal yaitu penggunaan satu septic tank dan sumur peresapan untuk pembuangan dad suatu kelompok yang terdiri dad beberapa rumah tangga. Sistem penanganan limbah setempat mempunyai andil yang besar dalam pencemaran air tanah.
Berkembangnya kota, dan bertambahnya kepadatan bangunan,, meningkatkan kebutuhan fasilitas sanitasi yang memadai, karena bila fasilitas sanitasi yang ada kurang memadai, akan mencemarkan air tanah yang melewati ambang batas. Namun, disadari bahwa kesadaran dan kesediaan masyarakat untuk membayar fasilitas sanitasi yang memadai masih rendah.
c.       Pengelolaan Sampah Padat
Pengelolaan persampahan di wilayah Kota Kendari dilakukan secara bertahap, yaitu pembuangan sampah dad rumah tangga ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Transfer Depo (TD) yang selanjutnya di buang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tanpa pemilahan sampah terlebih dahulu.
Tingkat pelayanan pengelolaan sampah sistem terpusat sebanyak 83%. Jumlah produksi sampah pada tahun 2000 kurang lebih 1.567 m3/hari. Dengan sarana dan  prasarana yang ada jumlah sampah yang dapat dibuang ke TPA kurang lebih 1.375 m3 per hari atau sebesar 87,75% dari volume sampah yang ada.
Sampai dengan saat ini Pemerintah Kota Kendari mempunyai 2 (dua ) TPA yakni TPA Tobuuha, dan  TPA Puwatu.
Ada kecenderungan bahwa produksi sampah an-organik makin meningkat baik volume maupun variasinya yang pada akhirnya tekKtk operasional penanganannya makin sulit.


d.      Drainase dan Pembuangan Limbah Rumah Tangga
Jaringan drainase di Kota Kendari merupakan satu kesatuan sistem jaringan drainase perkotaan, karena dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi kiranya dimensi dan  sistem drainase yang ada saat ini juga perlu penyesuaian lewat penyempurnaan sistem jaringan drainase yang ada.
Beberapa kawasan terbangun sudah dilayani oleh saluran drainase, baik kawasan permukiman, perkantoran atau perdagangan, maupun pada tepi jalan-jalan yang menghubungkan antar kawasan.
Sebagian besar saluran drainase yang ada saat ini, baik saluran terbuka maupun saluran tertutup memiliki sedimentasi berupa sampah, kotoran dan tanah yang cukup tinggi yang mengakibatkan terjadinya penyumbatan saluran.
Pembangunan saluran drainase khususnya di lingkungan permukiman tidak diikuti dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan saluran. Sehingga, banyak saluran drainase yang kurang terpelihara sehingga kapasitas saluran menurun.
Permasalahan genangan air/banjir menjadi kendala akibat kurang selarasnya sistem jaringan drainase dengan laju perkembangan kota yang akhirnya meningkatnya jumlah permukaan tanah yang kedap air.
Persentase RTM yang tidak memiliki jamban sendiri mencapai 69,41%. Karakteristik RTM yang disebutkan terakhir ini, akan mempengaruhi kesehatan penduduk miskin dan rentan terhadap berbagai macam penyakit karena perilaku kesehatan yang tidak sehat dan  lingkungan permukiman yang kumuh.
e.      Sumber Penerangan
RTM di Kota Kendari pada umumnya sudah dapat menikmati listnik sebagai sumber penerangan, walaupun itu bukan dari meterannya sendiri (menyambung dad tetangga). Hanya 28,21% RTM yang belum dapat menikmati listrik sebagai sumber penerangan.
f.        Akses dan Paving Jalan
Berdasarkan data dari Dinas PU Kota Kendari, pada umumnya wilayah permukiman telah mempunyai akses dan jalan lingkungan yang memadai dan selalu ada peningkatan panjang jalan lingkungan dari tahun ke tahun.
Pada umumnya, jalan akses di lingkungan permukiman, khususnya wilayah kampung di perkotaan, dibangun dengan menggunakan rabat beton dan con block dengan lebar bervariasi antara 1,5 meter dengan Saluran Pembuangan Air Hujan (drainase) yang memadai.
Kondisi jalan lingkungan yang ada, secara umum adalah baik namun ada beberapa wilayah, khususnya di lingkungan permukiman telah mengalami penurunan kualitas yang cukup signifikan sehingga diperlukan perbaikan atau peningkatan.
Beberapa tahun terakhir ini, khususnya melalui beberapa Proyek seperti PKL, P2P dan proyek sejenis lainnya, metode konstruksi jalan disarankan untuk- menggunakan paving blok dibandingkan dengan menggunakan bongkahan-bongkahan beton. Secara teoritis, hal ini lebih baik karena paving blok dapat langsung diangkat dan diganti apabila di kemudian had diperlukan pemasangan fasilitas lain di bawah tanah. Untuk memperbaikinya juga lebih mudah karena paving blok hanya perlu diangkat, balast tanah/pasir ditambah dan dipadatkan (apabila perlu), dart paving blok dipasang kembali atau diganti bila rusak atau pecah.
Pada prakteknya, pemasangan paving blok ini perlu dilakukan secara hati-hati. Sama halnya dengan pemasangan bongkahan beton, lapisan pasir dibawahnya perlu diratakan dan dipadatkan dengan baik, sehingga hasil yang diharapkan, jalan mempunyai permukaan rata dan tidak bergelombang, serta tidak mudah melendut. Cara membersihkan permukaannya terhadap sampah dan kotoran relatif lebih mudah.
3.5 Persepsi Stakeholder dalam Program Pembangunan Permukiman dan Prasarana Wilayah di Kota Kendari
Pemerintah kota Kendari merupakan salah satu daerah yang harus berani diri guna penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana yang diamanatkan dalam  Undang-Undang. Sebagai ibukota provinsi Sulawesi Tenggara, kota Kendari adalah kota yang sedang berbenah untuk dapat mensejajarkan diri dengan kota-kota lainnya di Indonesia. Permasalahan dan kompleksitas isu pengelolaan kawasan perkotaan, khususnya yang erat kaitannya dengan penataan ruang terkait erat dengan ekosistem. Oleh karenanya penataan ruang menekankan pada pendekatan sistem yang tidak dibatasi oleh batas-batas administrasi wilayah dengan dilandasi oleh 4 (empat) prinsip pokok penataan ruang yakni: (a) holistik dan terpadu, (b) keseimbangan antar kawasan, (c) keterpaduan penanganan secara lintas sektoral dan lintas wilayah administratatif, serta (d) pelibatan peran serta masyarakat mulai dari tahap perencanaan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pembangunan permukiman prasarana wilayah dan lingkungan hidup selalu menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin.
Keterbatasan dana pembangunan yang dimiliki oleh pemerintah daerah, mengakibatkan masih sulitnya pemenuhan kebutuhan perumahan bagi penduduk yang berpendapatan menengah ke bawah. Akibatnya, kondisi permukiman kumuh dan ancaman penggunaan lahan-lahan kawasan hijau kota dan kawasan konservasi oleh pemukim ilegal masih menjadi masalah penting di Kota Kendari.
Presepsi stakeholder terhadap program pembangunan pemukiman dan prasarana wilayah di Kota Kendari beragam, namun pada umumnya berpendapat yang sama. Program pembangunan permukiman dan prasarana wilayah belum berjalan sebagaimana mestinya. Beberapa kelemahan itu antara lain :
§  Masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki sistem pembuangan air limbah yang baik khususnya di daerah kumuh dan padat penduduk. Hal ini semakin diperparah oleh ketidakmampuan masyarakat yang berpendapatan rendah.
§  Pembangunan drainase umumnya relatif tertangani, namun karena perkembangan kota dan terbukanya daerah-daerah baru serta jalan-jalan baru pada beberapa kawasan perdagangan dan permukiman, maka fungsi drainase tidak sepenuhnya berjalan sebagaimana mestinya karena volume air yang meningkat apalagi disertai endapan lumpur/sedimen akibat bawaan air hujan sehingga bencana banjir senantiasa mengancam beberapa daerah dalam kota Kendari.
§  Karena kemampuan pemerintah dalam pemeliharaan jalan hanya sekitar 20% maka pemeliharaan jalan sangat kecil utamanya pada daerah-daerah pinggiran. Kondisi jalan tanah, kerikil serta jalan perintisan lamban penanganannya dan kondisi tersebut identik dengan permukiman masyarakat miskin dan kumuh.
§  Kemampuan armada dan petugas kebersihan yang terbatas sehingga masalah persampahan tidak pernah tuntas tertangani dengan baik. Kondisi ini ditambah dengan kurangnya kesadaran masyarakat akan budaya hidup bersih, membuang sampah ke sungai atau ke pantai sehingga mempercepat pendangkalan Teluk Kendari.
§  Teluk Kendari yang menjadi land mark kota harus mengalami pendangkalan akibat erosi serta tingkat pencemaran akibat limbah industri dan limbah rumah tangga dimana pembuangnya langsung mengarah ke Teluk Kendari.
§  Terjadinya penggundulan hutan Nipa-Nipa dan hutan Nanga-Nanga akibat perambahan hutan semakin memperparah tingkat erosi dan pencemaran
§  Adanya masyarakat yang membangun dengan cara membongkar gunung sebagai material timbunan
§  Rendahnya akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup serta kurangnya kegiatan konservasi dan rehabilitas sumber daya alam
§  Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mewujudkan Kendari Kota yang bersih, indah dan tertib, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya sampah di saluran drainase dan sungai yang ada dalam wilayah kota, dimana sungai-sungai bermuara  langsung ke teluk Kendari.
§  Terdapat sebuah sungai besar yang bermuara di Teluk Kendari yakni sungai Wanggu, dimana sungai ini pada saat banjir membawa sedimensi cukup besar karena aliran sungai ini melintas wilayah Konawe Selatan dan Kota Kendari sehingga dalam penanganan DAS Wanggu perlu koordinasi lintas wilayah
§  Kurang efektifnya program pencegahan, pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
Dari uraian di atas, diharapkan ke depan terjalin kemitraan/kebersamaan dan sinergi antara masyarakat dengan pemerintah daerah maupun kelompok masyarakat yang peduli dalam menanggulangi permasalahan lingkungan kumuh yang dihadapi masyarakat secara efektif tercipta lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif, dan keberlanjutan.
3.6 Analisis Penanganan Permasalahan Perumahan Kota Kendari
3.6.1 Menyikapi Stakeholders Terhadap Sosialisasi RP4D
Beberapa sikap stakeholders yang dapat dilihat pada proses sosialisasi yaitu : memiliki kepedulian terhadap isu perumahan dan permukiman, tertarik namun cenderung berkepentingan terlalu dini pada proyek atau tahap implementasi (bukan perencanaan, padahal RP4D lebih pada tahap perencanaan), memunculkan kebutuhan untuk sosialisasi lebih lanjut di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa serta berkelanjutan, mempertanyakan keseriusan, komitmen dan kepastian dari pemerintah pusat serta dewan terhadap implementasi rencana ini, pengembangan mekanisme monitoring dan evaluasi pada tahap pelaksanaan RP4D.
Ragam sikap ini mengindikasikan keinginan untuk bekerjasama (termasuk pemerintah daerah/instansi), selanjutnya yang perlu dibenahi adalah mengatur pola komunikasi dan mentransparankan proses. Karena ada kekecewaan dan keraguan dari perangkat pemerintah daerah tentang keberlanjutan program ini. Sehingga yang perlu dibangun adalah kolaborasi bersama untuk mencapai kepentingan bersama (visi dan misi perumahan dan permukiman) di atas kepentingan pribadi.
3.6.2 Serapan Informasi Pasca Sosialisasi, Penyebab dan Perubahan Paradigma
Pasca pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan lokakarya RP4D, masih terdapat berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh para pihak, terutama yang tidak mengikuti acara sosialisasi. Namun demikian, mengemuka pula pertanyaan lontaran-lontaran pertanyaan oleh para peserta sendiri yang diungkapkan pada berbagai kesempatan pasca sosialisasi. Hal ini mengindikasikan beberapa hal berikut :
o   Tingginya tingkat kesibukan dan terlalu banyaknya informasi dari kegiatan lain yang dijalani oleh para pihak.
o   Kurangnya kuantitas (banyak dan luas) dan kualitas tahapan sosialisasi.
o   Cukup beratnya materi RP4D, terutama yang menyangkut paradigma partisipatif.
o   Tidak diteruskannya (penyebaran berantai) informasi oleh para peserta yang mengikuti acara sosialisasi
o   Adanya kepentingan (paradigma) yang berbeda dengan muatan (substansi) RP4D
3.6.3        Partisipasi Stakeholders Pada Sektor Perumahan dan Permukiman
Dalam konsep RP4D dan hasil sosialisasi di Kota Kendari, ada 2 lembaga yang akan melaksanakan RP4D, yaitu :
o   Forum Perumahan, yang keanggotaannya bersifat cair terdiri atas elemen masyarakat, dunia usaha, dan instansi pemerintah. Forum ini berfungsi untuk menampung aspirasi masyarakat dan menelusuri permasalahan lapangan mengenai perumahan dan permukiman, serta menyampaikannya kepada pemerintah dan pihak lain yang terkait.
o   Kelompok Kerja Teknis (Pokjanis), yang berperan sebagai eksekutor bagi forum perumahan, yang secara aktif menyelenggarakan pertemuan berkala forum perumahan di atas. Pokjanis bekerja atas dasar SK Bupati, namun secara fungsional ia bertanggung jawab kepada Forum Perumahan itu.
Meskipun RP4D telah membuka peluang partisipasi yang cukup luas bagi para pihak melalui mekanisme kelembagaannya, baik forum maupun pokjanis. Namun demikian, tetap terdapat beberapa hal lain yang perlu dicatat, diberi perhatian dan penanganan khusus karena akan mempengaruhi kinerja penyusunan dan implementasi RP4D, antara lain adalah : Basis kepentingan yang dibawa dalam berpartisipasi, inisiatif dan  kreatifitas yang menjadi bahan bakar gerakan keswadayaan, Political will, alokasi SDM dan Pendanaan (anggaran) RP4D oleh pemerintah pusat dan daerah (eksekutif dan legislatif).

BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka dapat disimpulkan dari hasil pembahasan pada bab IV, sebagai berikut:
1.      Faktor-faktor yang menimbulkan permasalahan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pasar di bidang permukiman dan prasarana wilayah diantaranya adalah : (a) lambatnya penanganan kemiskinan dan pengangguran, (b) belum optimalnya penanganan pendidikan dasar dan menengah, (c) rendahnya derajat kesehatan warga, dan (d) masih terbatasnya prasarana dasar perkotaan.
Akibat rendahnya tingkat pendidikan, masyarakat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sampai pada batas yang layak sehingga kebutuhan yang paling mendasar sekalipun sulit untuk dipenuhi dimana hal ini terlihat dari ketidakmampuan masyarakat dalam menjangkau mata pencaharian yang mantap atau masih rentan, gizi dan kesehatan yang rendah, pakaian yang kurang memadai, hunian yang tidak layak, pendapatan yang rendah.
2.      Tingkat pencapaian program pembangunan daerah yang telah dilaksanakan oleh pemerintah di bidang pendidikan dimana rasio jumlah antara sekolah, guru dan siswa menurut tingkat pendidikan meningkat seiring dengan pembangunan di bidang kesehatan, namun demikian persebaran jumlah sarana tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan di setiap jenjang yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Salah satu faktor penting untuk mendukung kegiatan pelayanan kesehatan adalah ketersediaan jumlah dan kualitas tenaga kesehatan yang memadai. Pembangunan di bidang ekonomi, bantuan untuk masyarakat miskin pada permukiman kumuh, prasarana fisik diantaranya air bersih, sanitasi, persampahan, drainase, pasar, sarana komunikasi, listrik dan jalan kota perlu dilakukan secara berkesinambungan.
3.      Persepsi stakeholder dalam program pembangunan  pemukiman dan prasarana wilayah di Kota Kendari bahwa pada dasarnya pemukiman kumuh identik dengan kemiskinan masyarakat yang ditandai dengan rendahnya produktifitas, keterbatasan pendapatan, terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana. Dimana kemampuan swadaya masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan permukiman yang layak dan terjangkau semakin terbatas sehingga ada indikasi kesenjangan pelayanan prasarana wilayah. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh sebagian besar rumah tangga miskin sehingga mereka tidak memiliki akses terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian yang layak serta berkesinambungan. Secara fisik, misalnya akses terhadap prasarana dasar seperti jalan, sanitasi, drainase, air bersih, listrik, sarana komunikasi, pasar, sarana kesehatan, sekolah dan lain sebagainya sangat terbatas. Pengokohan kelembagaan masyarakat dibutuhkan dalam rangka membangun organisasi masyarakat warga yang benar-benar menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman. Untuk itu perlu penataan ruang yang menekankan pada pendekatan sistem yang tidak dibatasi oleh batas-batas administrasi wilayah dengan dilandasi oleh 4 (empat) prinsip pokok penataan ruang yakni : (a) holistik dan terpadu, (b) keseimbangan antar kawasan, (c) keterpaduan penanganan secara lintas sektoral dan lintas wilayah administratif, serta (d) pelibatan peran serta masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4.2  Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
1.      Penanggulangan rumah kumuh yang tidak layak huni diharapkan segera teratasi dengan adanya bantuan untuk rumah layak huni bagi masyarakat tidak mampu dipermukiman kumuh yang pelaksanaannya secara bertahap mulai tahun ini sehingga diharapkan pada tahun 2010 tuntas teratasi.
2.      Bantuan untuk sanitasi lingkungan bagi warga miskin yang berada pada permukiman kumuh perlu dianggarkan dalam APBD tahun 2008 sehingga diharapkan pada tahun 2010 target pencapaian Indonesia sehat secara nasional dapat dicapai pemerintah Kota Kendari.
3.      Masyarakat miskin perlu mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis agar dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga angka putus sekolah dapat dikurangi dan program wajib belajar dapat terwujud. Angka kesakitan masyarakat yang kian meningkat menunjukkan bahwa penanganan di bidang kesehatan masih perlu mendapat perhatian yang lebih dalam penanganan dan pencegahan penyakit yang banyak timbul pada masyarakat di Kota Kendari dalam upaya peningkatan derajat kesehatan.
4.      Kemiskinan yang merupakan masalah nasional, tidak dapat hanya diselesaikan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan pembangunan, pembangunan termasuk masyarakat itu sendiri. Kunci pemecahan masalah kemiskinan adalah memberi kesempatan kepada penduduk miskin permukiman kumuh untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan.
5.      Perlu transparansi alokasi dana dan diseminasi informasi secara luas. Pada saat informasi tentang program baik alokasi dana dan aturan pelaksanaan dapat diketahui oleh khalayak ramai sehingga secara tidak langsung masyarakat luas telah dilibatkan dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan.

                                  DAFTAR PUSTAKA

Brata Kusuma Deddy dan Riyadi. Perencanaan Pembangunan Daerah, Strategi Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. 2004. Jakarta.

Batian, Indera. Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah Indonesia. PT. Salemba IV. 2006. Jakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Kendari. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah Kota Kendari. Universitas Sulawesi Tenggara. F-Teknik.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Kendari. Penyusunan Data Base Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Kota Kendari.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar